Menjadi seorang Pegawai Negri Sipil, Wakil Rakyat atau segala pekerjaan yang berkecimpung dengan profesi yang menyangkut dengan administrasi Negara merupakan pekerjaan impian kebanyakan rakyat Indonesia pada saat ini. Gaji besar, jam kerja singkat, tunjangan kesehatan, kendaraan maupunrumah dinas merupakan daya tarik tersendiri yang dimiliki pekerjaan berlebel PNS. Sistem kerja kontrak pada saat ini membuat banyak orang khawatir dengan pekerjaan swasta pada saat ini, selain terbatas pada kontrak dan jam kerja yang cukup panjang, seorang pegawai swasta maupun buruh pabrik biasanya tidak mendapatkan tunjangan pensiun. Dengan keadaan perekonomian pada saat ini yang semakin sulit, membuat berbagai golongan masyarakat menginginkan pekerjaan yang mapan dan mempunyai status sosial yang tinggi di masyarakat.
Hal ini membuat banyak masyarakat yang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat, dengan potensi yang mereka miliki ataupun dengan hanya bermodal nekat, sungguh sangat disayangkan pekerjaan yang mempunyai tanggung jawab yang besar untuk kemaslahatan rakyat hanya dipandang sebagai jalan pintas untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun golongan Sudah menjadi rahasia umum jika seorang caleg yang ingin diusung oleh partai politik harus menyeteorkan sejumlah uang untuk partai yang dinaunginya agar dapat enjadi caleg di partai tersebut. Terlebih lagi jika seorang caleg terpilih menjadi wakil rakyat tentu ia harus membalas budi pada partai pengusungnya.
Pemborosan berbagai tunjangan anggota DPR diperparah dengan kegiatan anggota DPR , misalnya untuk kunjungan kerja menrut Uchok Sky Khadafi (Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA) anggaran studi banding ke luar negri lebih dari Rp. 105. 924 miliar itu setara dengan 2.301 beasiswa bagi anak keluarga miskin (www. Nasional.kompas.com,26/4/2011). Dibalik gaji besar dan berbagai tunjangan ternyata kebanyakan para wakil rakyattidak optimal dalam menjalankan tugas mereka. Hal ini dapat terlihat dari track record beberapa anggota DPR misalnya Antony Zeidra Abidin (dari partai Golkar) melakukan tindakan korupsi dalam kasus aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp. 100 miliar (www. detiknews.com,11/9/2009). Atau pada kasus Arfinto (anggota Komisi V Partai Keadilan Sejahtera) yang ketahuan menonton video porno saat Sidang Paripurna (www. News.Okezone.com, 8/4/2011). Sungguh sangat disayangkan dengan gaji yang besar dan berbagai tunjangan disertai dengan berbagai kegiatan yang sebenarnya kurang bermanfaat untuk rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H