Dalam wawancara, pihak startup berusaha untuk sesantai mungkin dan tidak terlalu kaku agar HRD bisa mengenal pelamar secara otentik dan pembicaraan mengalir seperti ngobrol biasa.Â
Tidak seperti korporasi besar yang menjunjung tinggi kaidah wawancara professional seorang karyawan dengan etika - etika yang banyak diajarkan di buku teks dan seminar karir.Â
Setelah itu, bila merasa ada kecocokan soal visi, misi, dan tujuan perusahaan, calon karyawan akan dipertemukan dengan CEO atau founder untuk menjalani wawancara terakhir, baru kemudian pihak perusahaan akan mengambil keputusan.
Namun, ada juga startup yang memiliki pendekatan berbeda saat merekrut pegawai baru. Salah satunya Halo Jasa, startup digital yang bergerak dibidang layanan jasa on demand seperti jasa reflexology ini, merekrut karyawannya dengan melihat histori pendidikan, kemampuan adaptasi, dan kemampuan berpikir kritis. Harapannya, karyawan tersebut bisa beradaptasi dengan cepat di lingkungan kerja startup yang dinamis dan turut berkontribusi dalam memberikan ide - ide kreatif lalu mengaplikasikannya.
Startup dan korporasi besar memiliki perbedaan nilai dan sudut pandang yang berbeda soal cara perekrutan karyawan baru. Korporasi besar yang sudah beroperasi selama belasan atau puluhan tahun, tetap memegang nilai - nilai yang memang dianut oleh banyak perusahaan saat zaman mereka berdiri. Tidak mudah bagi korporasi besar untuk memasukan nilai - nilai baru sesuai perkembangan zaman dalam merekrut karyawan baru, karena bisa mengubah sistem kerja perusahaan yang sudah ada. Sedangkan, startup kental dengan lingkungan anak muda yang kaya akan ide, terbuka dengan hal - hal baru, fleksibel, dan mengutamakan efisiensi serta efektifitas daripada nilai - niali perusahaan atau sistem.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H