Mohon tunggu...
Audi Moslem
Audi Moslem Mohon Tunggu... lainnya -

Dengan kesenian aku hidup, dengan menulis hidupku punya arti.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ingatkah Kamu dengan Kematian?

21 Juli 2014   10:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:44 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kematian adalah bagian kehidupan dari umat manusia, kematian bukan akhir dari segalanya jika kita merasa beriman kepadaNya. Kedatangan kita disambut dengan tawa kemudian diakhiri dengan tangisan. Setiap hari kita melihat terang lalu semuanya berubah menjadi gelap, kadang kita merasa kepanasan terkadang kita juga merasa kedinginan, kita juga bahagia merasakan sesuatu yang kita cintai tapi kita akan sedih apabila merasakan penderitaan.Hidup tidak pernah jauh dari kedua hal yang saling mengisi, ada kehidupan pasti ada kematian dan ada suatu waktu dimana kita dibangkitkan untuk mempertanggungjawabkan segala hal yang pernah kita lakukan di dunia, semua itu ada balasannya sesuai dengan hukum tersebut. Apabila kita ingin berjalan lurus maka jadilah sore atau pagi, tidak terlalu gelap dan tidak terlalu terang.

Kehidupan sejatinya adalah proses menuju kematian, kita hanya berjuang melawan waktu. Waktu adalah beragam persoalan yang harus dihadapi. Setiap manusia punya tugasnya masing-masing dalam struktur sosial masyarakat. Tuhan selalu maha adil, karenaNya kita diberikan hak eksklusif, yaitu kebebasan untuk memilih apa yang kita jalani dengan segala keterbatasan. Setiap manusia punya persoalannya masing-masing, kita tidak pernah bisa tahu harus memulai darimana ketika dilahirkan ke dunia yang fana ini, yang jelas semuanya pasti punya maksud dan tujuan tertentu.Kita diberikan alat untuk menjalani kehidupan di dunia ini yaitu tubuh’ dengan segala kompleksitasnya. Tubuh membutuhkan beragam asupan untuk bisa berkembang sesuai dengan fungsinya, diantaranya adalah makanan, minuman, ilmu pengetahuan, kasih sayang, komunikasi, tempat tinggal dan segala hal yang bisa terus menopang kita untuk berdiri sendiri.

Segala problema hidup kadang membuat kita lupa, kita terus memuaskan tubuh kita, dengan segala hal. Bahkan diantara kita rela melakukan segala upaya untuk mempertahankan eksistensi, status sosial dengan mengorbankan hak hidup manusia lain. Setiap saat ajal kita bisa dipanggil kapanpun olehNya, seharusnya itu bisa menjadikan alasan untuk kita agar tidak lupa diri terhadap segala hal yang duniawi, tidak menjadkan kita merasa lebih sempurna dibanding manusia lainnya. Kematian yang ada di sekitar kita selalu mengingatkan agar kita tidak lengah dalam menjalani hidup.

Belum lama nenek meninggalkan kita semua, beliau biasa dipanggil “embay” mengacu pada istilah bahasa komering hilir – Sumatera selatan yang artinya nenek. Embay adalah perempuan sederhana, hidupnya tidak banyak menuntut. Aku tidak banyak mengetahui masa lalunya, tetapi selama masa hidupku aku tahu betul tentangnya. Parasnya cantik, penuh senyum dan tidak pernah membentak jika meluapkan kemarahan. Ketika aku kecil, beliau berperan menjagaku jika bunda pergi bekerja. Aku selalu dititipkan olehnya. Kasih sayang ibu sebagian mungkin didapat dari beliau. Embay punya lima anak, ibuku anak paling tertua, begitu juga aku cucu pertamanya. Embay hanya tamatan sekolah rakyat, hidupnya biasa saja di kampung sana, ia merantau ke Jakarta bersama suaminya untuk memulai hidup lebih baik di perkotaan. Untuk membesarkan anak-anaknya embay mengontrak sebuah warung di sebuah pasar kecil dan sesekali menjahit pakaian. Untuk menutupi kebutuhan hidup keluarga, kakek atau yang biasa dipanggil “akas” harus berpindah-pindah rumah, dari awal punya tanah yang luas lama-kelamaan mengecil. Akas pun kerja serabutan, ia hanya menjadi staf administrasi antar jemput karyawan di perusahaan negara. Gajinya pas-pasan, mungkin dulu hidupnya bisa lebih baik apabila dahulu ia bisa menamatkan pendidikannya di Universitas Padjajaran-Bandung, namun karena ulahnya ia di drop-out. Embay adalah perempuan sebaik-baiknya perempuan yang pernah kukenal, usahanya dalam membuat hidup anak-anaknya lebih baik patut diacungi jempol. Di kampungnya ia termaksuk dari kalangan keluarga berada, namun tidak mau menyusahkan orangtua. Ia memilih sendiri jalan hidupnya sebagai perempuan sederhana, membangun segalanya dari awal. Ada salah satu peristiwa besar dalam hidupnya, bisa dibilang ia adalah kembang desa, diperebutkan banyak lelaki disana, dengan segala cara akhirnya akas berhasil mendapatkannya ketika hampir seseorang sudah mau melamarnya. Di akhir hidupnya ia menderita penyakit kanker hati, 3 minggu sebelum kematiannya tubuhnya sudah menguning karena kerusakan hati. Ia tetap menjalani hari-hari seperti biasa tanpa banyak mengeluh. Selama hidupnya tak banyak yang ia bisa ceritakan, ia hanya wanita yang patuh pada suami dan hidup berbuat untuk orang lain. Tugas embay di dunia sudahlah selesai, ia sudah haji ke tanah suci Mekkah, semua anaknya sudah hidup bahagia berkeluarga dan lebih baik dari hidupnya yang sebelumnya, kematian sudah bukan hal yang patut dirisaukan, karena kematian adalah bagian dari perjalanan hidup kita juga.

Manusia harus belajar memandang kematian secara rasional, kematian adalah peristiwa terbesar dalam kehidupan manusia, semua orang pasti takut menghadapi kematian. Bila kematian dipandang secara realistik, mungkin ketakutan dari kematian itu sendiri adalah hal yang bersifat materi, seperti contoh apabila seorang ibu yang mempunyai empat anak ditinggal mati suaminya, mungkin ia akan merasa sedih dan bingung, siapa yang akan membiayai hidup keluarganya kelak sedangkan ia jauh dari keluarga dan tidak punya pekerjaan. Tuhan selalu punya kehendak lain dalam kehidupan manusia, kematian akan selalu menjadi misteri kehidupan. Apabila kita merasa sangat kehilangan, apapun yang ada di dunia pasti meniggalkan kita tanpa terkecuali, jasad hanyalah media yang kita rawat selama hidup, tiap orang punya tugasnya masing-masing sebagai sebuah sistem penggerak roda kehidupan.

Saat hidup kita tidak bisa memilih skenario begitu juga saat menjelang kematian. Kematian yang indah mungkin, ketika kita sudah merasa cukup menjalani hidup dan orang-orang terdekat kita berada di sekeliling kita untuk mengantar kita menuju alam ruh, terbaring di ranjang yang empuk kemudian semua orang memandang kita dengan senyuman tanpa ada rasa sedih seikitpun. Atau mungkin kematian yang patut diperjuangkan, misalkan mati syahid berperang untuk kemanusiaan dan hak martabat hidup orang banyak. Semua orang mungkin ingin mati dengan caranya sendiri, atau berpikir abadi. Kematian adalah hal yang patut diperjuangkan kelak, kita mau mati dengan cara seperti apa, seperti kita mengejar impian hidup, walaupun realita beranggapan lain. Kehidupan terus berlanjut, dunia hanya sebuah jembatan menuju kehidupan yang selanjutnya. Tidak pantas apabila kita merasa takut kehilangan, dan berpikir egois tentang hidup. Jadi marilah kita berpikir logis dalam mengenal kematian, ilmu pengetahuan selalu menjadikan manusia lebih beradab, semua hal yang ada di dunia pastinya bisa dipelajari.

“kita tidak pernah kehilangan apapun karena kita tidak pernah memiliki apapun.”

-Audi Moslem

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun