[caption id="attachment_324035" align="aligncenter" width="441" caption="ferdifauzan.blogspot.com"][/caption]
Di dalam proses interaksi kita sebagai manusia, tentunya kita bertemu banyak orang. Diantara mereka yang berinteraksi dengan saya, biasanya mereka mengajak saya untuk tukar pikiran. Kebetulan, dari beberapa teman saya, sering menjadikan saya “tong sampahnya”, ada beberapa yang tak sanggup menerima kritikan saya yang menurut mereka ‘ngeri-ngeri sedap’, sampai ada yang cuma butuh untuk didengarkan, tanpa mau dikritik atau dinasehati.
Berhubung saya ini tak bisa menjadi seorang munafik, bila dimintai pendapat, saya berkata jujur saja. Seandainya memang tak bagus, ya tak bagus. Tak jarang memang ada yang bisa menerima kritikan saya. Namun ada juga yang tak bisa menerima dan malah saya yang dimarah-marahi, dikatai menghina bajunya, dll. Sebenarnya, itu soal sepele. Namun, mungkin karena ia tak pernah dikritik dan semua mengangguk padanya, makanya ia terkejut dan jadinya marah. Namun, itu tak berlangsung lama.
Jadi Penulis, Jangan Anti Kritik!
Nah, itu tadi cerita teman saya di dunia nyata yang anti kritik. Ya,,, mungkin masih ada kesan manjanya gitu sama saya karena di dunia nyata, jadi gampang ngambekan. Bayangkan saja jikalau dia masuk dan menulis di blog sebesar Kompasiana.com ini, mungkin dia perempuan bakalan sedih a.k.a down, mengingat banyak penulis berkualitas di sini, yang tak segan akan memberikan sebuah kritik pada tulisannya.
Sejarah awal saya menulis di sini, tentunya tak bisa saya lupakan. Tak usahlah saya jabarkan, rekan kompasianer pasti hampir semua mengetahuinya. Intinya, berkat kritik pedas beberapa pendahulu itu, saya jadi berani menghadapi segala kritik pedas atau cukup tersenyum saja ketika membaca ada beberapa gosip yang menceritakan saya di belakang saya. Mungkin penulis gosipnya khilaf atau merasa sakit hati hingga berkarat kepada saya akibat saya mengkritik tulisan atau komentarnya.
Kenapa saya sampai mengkritik? Ini jawabannya sangat mudah. Tentunya karena ada suatu ketidaknyamanan tersendiri ketika saya membacanya. Yang pasti, bukan tanpa sebab saya mengkritik tulisan/komentarnya. Dan bukan karena saya kepo, usil, nyinyir dsb. Sungguh ini bukan kebiasaan saya.
Knowing Every Particular Object a.k.a KEPO, menurut hemat saya adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang bertujuan untuk mengetahui segala seluk beluk suatu benda/orang lain. Sementara Kritik adalah menyampaikan sebuah pandangan yang mana menurut orang lain adalah sebuah kebenaran.
Dari kritik ini, bila mampu disikapi secara bijaksana, maka lambat laun akan diperoleh jalan tengah (baca: kata sepakat). Jikapun tidak, ini tak perlu dibesar-besarkan, apalagi menceritakan/menggosip di belakang bahwa si empunya tulisan adalah korban aniaya si pengkritik.
Jelas, ini adalah dua hal yang berbeda namun tak sedikit orang biasa bahkan penulis baik tenar maupun tidak, tak mampu membedakannya. Inilah akibat buiruk dari keseringan dipuji, jadi agak terkesan manja.
*