Mohon tunggu...
Auberta Amadea Puttiwi
Auberta Amadea Puttiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan ( Universitas Indonesia )

Mahasiswa Program S1 Reguler Ilmu Keperawatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sanksi Hukum bagi Oknum Pemalsuan Rapid Test sebagai Bentuk Pelanggaran Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19

10 Juni 2021   10:02 Diperbarui: 10 Juni 2021   10:06 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selain itu, apabila pemalsuan tersebut diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya dan surat keterangan hasil tes tersebut digunakan oleh seseorang seolah-olah isinya sesuai kebenaran, maka dokter dan yang menggunakan surat tes rapid palsu tersebut dapat dipidana berdasarkan pasal 267 ayat (1) dan (3) KUHP yang berbunyi demikian :

  • Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
  • Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Tidak hanya itu, menurut beberapa kasus dimana dokter justru tidak melakukan campur tangan terhadap pemalsuan surat tetapi tanda tangannya digunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab dalam pembuatan surat palsu, maka oknum tersebut dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal 268 KUHP yang berbunyi demikian :

  • Barang siapa membuat secara palsu atau memalsukan surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
  • Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu

Dilansir dari Jurnal Pojok Penyuluhan Hukum Pusat Penelitian Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI (2021),  selain ancaman pidana, pemalsuan ini rentan digugat secara perdata, seperti pasal 1365 KUHPerdata oleh instansi atau tempat penyelenggaraan tes Covid-19 yang namanya dipakai dalam surat tersebut, karena hal ini tentu saja merugikan dan merusak nama baik dari instansi ataupun tempat penyelenggara tes Covid-19 tersebut.

Apabila dikaitkan dengan dasar hukumnya, tenaga kesehatan pada kasus di atas dapat dikenakan pasal berlapis yaitu pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang dapat menimbulkan kerugian dan pasal 268 KUHP terkait dengan pemalsuan surat keterangan dari dokter sehingga dari kedua pasal tersebut para tenaga kesehatan yang terlibat kasus akan diancam pidana penjara selama-lamanya enam tahun. Adanya penerbitan surat keterangan hasil tes rapid palsu dengan disertai nama instansi yang pada kasus disebutkan bahwa surat palsu itu dikeluarkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah dan tanda tangan dokter yang dipalsukan dapat dikenakan sanksi perdata berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata jika RSUD dan dokter tersebut mengalami kerugian atas pencemaran nama baik instansi dan menuntut kerugian terhadap para tenaga kesehatan yang telah memalsukan surat tersebut.

Selanjutnya, pada kasus sopir truk yang menggunakan surat keterangan tes rapid palsu dapat dikaitkan dengan pasal 263 ayat (2) KUHP,  pasal 267 ayat (3) KUHP, dan pasal 268 ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya enam tahun. Pada kasus ini tidak terdapat pelanggaran hukum perdata karena sopir truk berada di posisi pengguna tanpa melibatkan nama baik instansi maupun menyebabkan kerugian masyarakat secara langsung. Namun, terlepas dari hal tersebut, sopir truk tetap mendapat sanksi yang sama dengan pembuat surat palsu itu secara hukum pidana. Menurut saya, pemerintah, satuan petugas, dan kepolisian telah bekerja sama untuk melakukan fungsi dan tugasnya masing-masing, terlihat bahwa adanya pengawasan area moda transportasi, penangkapan sindikat hingga terkuaknya kasus-kasus serupa yang kemudian diselidiki dan ditindaklanjuti dengan regulasi hukum yang terkait.

KESIMPULAN

Dari pembahasan dan analisis permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa kasus pemalsuan tes rapid dapat dikenakan sanksi baik secara pidana maupun perdata serta baik dari pembuat, pengedar, maupun pengguna. Permasalahan di atas dikatakan sebagai pelanggaran atas hukum dan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah karena tindakan tersebut dapat merugikan masyarakat luas dan justru semakin memperparah kondisi wabah covid-19 di Indonesia. Adanya ketegasan dan kesigapan dari para satgas covid-19 bersama kepolisian sangat mengambil andil dalam penegakan hukum dan perlindungan masyarakat sehingga kasus-kasus pemalsuan tes rapid dapat diminimalisasi sebagai upaya dalam usaha bersama untuk mencegah dan menanggulangi penyebaran covid-19. Dengan dikumandangkannya pengetahuan akan sanksi pidana tersebut disertai ketatnya pengawasan petugas diharapkan mampu untuk membuat para pelaku sadar dan jera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun