Mohon tunggu...
Bella Audia Rahmawulan
Bella Audia Rahmawulan Mohon Tunggu... -

hanya seorang anak manusia yang merindukan kedamaian

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi Pemilihan Umum 2014

23 Februari 2015   06:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:41 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika melihat calon peserta calon legislatif pemilu 2014 kali ini, sangatlah memperihatinkan. Pertama, yaitu caleg yang maju di pemilu 2014  adalah mereka yang lebih banyak duduk di Dewan Perwakilan Rakyat baik dipusat maupun daerah saat ini atau wajah-wajah lama masih mendominasi dalam ruang lingkup perpolitikan nasional dan lokal, serta masyarakat pada umumnya sudah mengetahui kebobrokan para anggota dewan terpilih pada pemilu 2009 lalu. Pemilu kali ini memberikan suatu gejala yang di sebut political re-element atau disebut juga politik balik kandang. Diantara 12 partai tidak ada perbedaan ideologi yang jelas. Menuju catch-all, partai-partai ingin merangkul semua kelas. Keadaaan ini sangatlah berbahaya, karena membeli kucing dalam karung. Dengan alasan catch-all sistem, menimbulkan politik itu basisnya materi. Tapi seharusnya politik itu menjadi kebajikan utama. Seperti biasanya, di pemilu 2014 ini terjadi money politik, para calon anggota legislatif merangkul rakyat awam dengan iming-iming di suruh memilihnya dengan uang. Bahkan, tepat di laksanakannya pemilu pun masih terjadi money politik. Membagi-bagikan uang agar rakyat memilih nya.Proses kampanye (sebagai bagian dari mekanisme rekrutmen) jauh  dari upaya pengembangan ruang publik yang demokratis, dialog terbuka, dan sebagai upaya membuat kontrak sosial untuk membangun visi bersama, melainkan hanya sebagai ajang unjuk kekuatan dan obral janji. Bagi para pendukung partai politik, kampanye menjadi ajang pesta dan arena untuk menyalurkan ekspresi identitas yang di mata sebagian orang tampak kurang beradab. Tak heran jika rata-rata jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilih (voters turn-out) cukup besar untuk ukuran pemilu di negara demokrasi baru. Sebagian terbesar mereka adalah pemilih rasional dan pemilih kritis yang termasuk kategori problem solving oriented, serta pemilih skeptis yang tidak memiliki orientasi pada ideologi dan visi-misi atau program kerja kontestan. Anggota legislatif berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan, bukan pada misi perjuangan yang berupaya  pemberdayakan rakyat sehingga pada saat duduk di lembaga perwakilan, mereka melupakan massa yang menjadi basis dukungannya. Sebagian besar survey pra pemilu, LSI membuat prediksi yang keliru dengan partai-partai berbasis Islam. Dari hasil semua survey memprediksikan PKS tidak akan lolos, tapi prediksi itu tidak terbukti. Karena partai yang berbasis Islam mengalami peningkatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun