Seperti yang tertuang dalam Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Di Indonesia sendiri terdapat 6 agama yang diakui, diantara nya yaitu agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budhha, Hindu dan Konghucu. Dari ke-6 agama tersebut, saya disini akan lebih membahas agama Islam terutama moralitas agama Islam di kehidupan masyarakat yang majemuk.
Pluralisme atau kemajemukan, Di Indonesia dengan penduduk terbanyak ke empat dunia, terdiri dari berbagai latar belakang suku bangsa, agama, kebudayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Yogyakarta dikenal dengan kota wisata dan pelajar tentu saja mempunyai kemajemukan agama karna banyak nya pendatang dan turis. Perbedaan latar belakang tersebut terkait dalam motto Bhineka Tunggal Ika, yang artinya walaupun berbeda-beda tapi tetap satu jua. Hal ini berdampak pada bentuk keislaman di Indonesia yang cenderung pluralis. Islam pluralis menunjukkan paham keberagaman yang didasarkan pada pandangan bahwa agama-agama lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung kebenaran dan memberikan manfaat serta keselamatan bagi para penganutnya.
Di tengah-tengah kemajemukan agama yang ada di Indonesia tepatnya di Yogyakarta, pentingnya moralitas itu sangatlah di butuhkan untuk menjaga berprilaku. Di butuhkannya suatu paradigma atau pemahaman tentang menanggapi kemajemukan agama itu sendiri, contoh nya saja dakwah. Dakwah disini tidak berarti berusaha menghilangkan perbedaan pemahaman keagamaan, tetapi lebih pada upaya penyadaran untuk ikhlas menerima kemajemukan. Dakwah juga mempunyai tujuan mengubah tingkah laku manusia dari tingkah laku negatif ke tingkah laku positif.
Ajaran moral ini sangat lah penting dan juga berguna, agar tidak adanya kesalahpahaman atau pun pedoman untuk berprilaku diantara agama yang lain nya. Dalam tatanan konseptual kita semua mengetahui bahwa agama memiliki nilai-nilai universal yang dapat mengikat dan merekatkan berbagai komunitas sosial walaupun berbeda dalam hal suku bangsa, letak geografis, tradisi dan perbedaan kelas sosial. Hanya saja dalam implementasi, nilai-nilai agama yang merekatkan berbagai komunitas sosial tersebut sering mendapat benturan, terutama karena adanya perbedaan kepentingan yang bersifat sosial ekonomi maupun politik antar kelompok sosial satu dengan yang lain. Dengan pandangan ini, yang ingin saya sampaikan adalah bahwa kerukunan umat beragama memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan politik, disamping faktor-faktor lain seperti penegakan hukum, pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat dan peletakan sesuatu pada proporsinya. Agar kerukunan di kemajemukan agama dapat terjalin haruslah mempunyai stratgi, diantaranya yaitu membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat beragama, melayani dan menyediakan kemudahan beribadah bagi para penganut agama, tidak mencampuri urusan akidah dan ibadah sesuatu agama lain, melindungi agama dari penyalah gunaan dan penodaan, mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama, mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara pimpinan majelis-majelis dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka untuk membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama, dan mengembangkan wawasan multikultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI