Mohon tunggu...
Kinar Set
Kinar Set Mohon Tunggu... Pustakawan - rajin dan setia

senang belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspadai Kentut Setan dalam Pahami Agama

1 Desember 2023   09:36 Diperbarui: 1 Desember 2023   10:18 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang menarik saat Wakil Presiden Indonesia , Maruf Amin bertemu dengan para pekerja migran  Indonesia di Kuching, Serawak, Malaysia kemarin. Dia mengemukakan soal kentut setan. Kentut setan adalah analogi untuk isu (atau apa saja) yang sengaja dihembuskan pihak ketiga untuk mengacaukan kondisi dan situasi yang sudah baik sebelumnya.

Cerita kentut setan, pernah diperoleh Ma'ruf yang merupakan ulama sekaligus umara saat menjadi santri di pondok pesantren. Di ceritakan bahwa ada tiga santri yang selalu akur dan kompak salat berjamaah. Satu orang menjadi imam dan dua lainnya menjadi makmun. Setan menurut Ma'ruf tidak pernah suka dengan orang yang akur atau segala sesuatu yang baik. Oleh karena itu setan mencari akal untuk memisahkan ketiga santri tersebut.  Diceritakan, saat ketiganya salat, setan itu mengentut.

Ketiga santri itupun saling curiga karena tidak satupun dari mereka yang membatalkan salatnya. Santri yang menjadi makmun menuduh imamnya yang mengentut. Makmun tidak mau diimami oleh santri yang seharusnya salatnya batal karena kentut. Santri yang jadi imam, membantah. Sebaliknya dia menuduh salah satu dari dua makmun itulah yang mengentut. Meski kedua makmun itu menggelengkan kepala dan bersikeras bahwa mereka tidak mengentut.  

Sejak saat itu, ketiganya terpisah. Hubungan mereka tidak baik lagi setelah insiden kentut itu.Karena itu, Kyai Ma'ruf meminta agar berhati-hati dengan potensi perpecahan karena kentut setan itu, dan berharap bahwa bangsa kita tidak terbelah karena kentut setan itu.

Dalam keseharian kita bermasyarakat maupun berbangsa, kentut setan ini bisa berupa apa saja. Bahkan agama sering dipakai pihak tertentu yang berlaku sebagai "setan" untuk  memisahkan yang sudah baik dan rukun ini. Ini bisa kita contohkan faham transnasional yang membuat kita melupakan konteks dalam memahami agama. Padahal di Indonesia yang berneka ini, agama dan ajarannya tidak bisa dilepaskan dari lingkungan yang beraneka itu atau kita bisa bilang bahwa beragama di Indonesia tidak bisa melupakan konteks itu. Jika kita pahami agama di Indonesia tanpa konteks maka setan akan mengentut dan kita jadi terbelah dan saling curiga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun