Mohon tunggu...
Kinar Set
Kinar Set Mohon Tunggu... Pustakawan - rajin dan setia

senang belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemilih Pemula dan Agama Rahmat

14 Oktober 2023   12:17 Diperbarui: 14 Oktober 2023   12:24 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang agak berbeda pada pemilu tahun 2024 dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Perbedaan itu adalah bahwa pemilu pemula akan mendominasi pemilih pemilu pada tahun itu. Kisaran pemilih pemula adalah 52% dari sekitar 203 juta pemilih. Artinya jumlah pemilih pemula ada di kisaran 104-106 juta pemilih. Range Pemilih pemula adalah 17- 23 tahun.

Pemilu kali ini tersebar di 514 kabupaten kota di Indonesia. Dan tempat pemilihan yang tersebar di sekitar 820 ribu Tempat Pemungutan Suara atau lebih dikenal sebagai TPS. Pemilih pemula ini adalah termasuk pemilih laki-laki yang tahun depan berjumlah sekitar 101,4 juta pemilih dan pemilih Perempuan yang berjumlah kurang lebih 101.6 pemilih.

Kondisi ini diharapkan akan lebih kondusif dari pemilu-pemilu sebelumnya termasuk pilkada Jakarta pada tahun 2017 yang memakai politik identitas sebagai alat menarik perhatian pemilih. Pada saat itu masyarakat Jakarta terbelah (karena sengaja dibelah). Keterbelahan itu berlanjut saat Indonesia  menghadapi Pilpres 2019, dimana meski calon sama-sama beragama sama, namun saling serang dan saling mencercapun sangat dominan di jagat maya dan jagat nyata. Julukan kadrun atau kampret yang akrab di kedua belah kubu (dan banyak juga anak-anak dibawah umur terlibat dalam julukan itu) berlanjut sampai bahkan setelah pemilu berlalu.

Bila kita cermati keterbelahan adalah celah dimana pihak lain bisa memanfaatkan hal itu> Istilah kata : menunggangi. Pihak yang sering menunggangi situasi ini adalah faham transnasional. Mereka inilah yang sejak masa orde baru memanfaatkan beberapa perbedaan sehingga akhirnya menjadi perpecahan.

Contoh nyata adalah agama Islam yang seharusnya bersatu dan merupakan agama damai " rahmatan lil alamin" (rahmat bagi semua orang) setelah dicampuri oleh faham transnasionak, sering berubah menjadi agama yang akrab dengan kekerasan, seperti peristiwa bom bali dimana para pelaku menganggap tindakan mereka itu sah karena dianggap jihad dan dibenarkan oleh agama, karena mereka menganggap korban tindakan radikal oleh mereka dianggap kafir, atau tidak termasuk dalam circle mereka. Karena itu mereka menganggap layak untuk membunuh para kafir itu. Inikah kemudian yang disebut radikalisme.

Karena itu para generasi muda; yaitu para pemilih pemula yang dulu mendapat residu dari keterbelahan saat Pilkada Jakarta dan Pilpres 2019 harus bisa memilah dengan baik. Jangan sampai peristiwa politik kali ini didompleng dengan potensi keterbelahan karena agama. Jagalah marwah agama kita ini tetap jadi agama damai, agama yang menjadi rahmat semua orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun