Bahasa Arab adalah bahasa umat Islam. Setiap muslim yang ingin mendalami pemahaman agamanya harus terlebih dulu mempelajari bahasa Arab. Tidak mungkin seseorang paham betul terhadap ilmu agama Islam jika ia tidak paham bahasa Arab.Saat ini, begitu banyak lembaga kursus yang memberikan fasilitas belajar Bahasa Arab dengan berbagai metode. Harapannya, peserta didik dapat belajar dan memahami bahasa Arab lebih cepat dan praktis. Tidak seperti zaman dulu yang terkadang harus bertahun-tahun hanya untuk memahami pelajaran ilmu nahwu (gramatikal Arab).
Sayangnya, dalam praktik belajar bahasa Arab dengan cepat itu banyak yang kurang lurus niatnya, seperti untuk mendapatkan beasiswa ke Timur Tengah. Tidak salah. Boleh-boleh saja. Tapi mengapa saat sudah diterima di Timur Tengah, bahasa Arab tidak digunakan sebagai percakapan sehari-hari bahkan ketika di Arab sekalipun?
Abuya Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun, Pendiri Ponpes Dalwa, membuat suatu syair tentang bahasa Arab. Dalam satu bait syairnya beliau berkata, "Berbicara bahasa Arab karena cinta kepada Rasulullah." Begitulah kira-kira seharusnya niat kita dalam belajar bahasa Arab, karena cinta kepada Nabi, bukan karena soal beasiswa.
Bahasa Arab adalah bahasa Al Quran, bahasa Nabi Muhammad saw., karena itu kemudian disebut sebagai bahasa umat Islam. Nabi Muhammad saw. berbicara dengan bahasa Arab setiap harinya, sehingga jika kita berbicara dengan bahasa Arab bisa juga diniatkan untuk mengikuti Nabi Muhammad saw. Begitu lezat lidah ini jika bisa berbicara dan melafalkan lafadz bahasa sesuai dengan bahasa Nabi.
Namun jika belajar karena beasiswa, ingin ke Timur Tengah, itu tidak jadi persoalan. Asalkan saat lulus dan pergi ke Timur Tengah, bahasa Arab Fushah jangan ditinggalkan, bahkan harus lebih giat lagi mendalaminya. Anehnya, beberapa pelajar Indonesia lebih menyukai bahasa Arab Amiah (pasaran) ketimbang Fushah (bahasa Al Quran). Sehingga ketika pulang ke rumah, membaca kitab gundulnya tidak lebih pandai dari lulusan pesantren lokal di Indonesia. Kalau begitu, buat apa jauh-jauh ke Timur Tengah jika bahasa Arabnya tidak berkembang? Padahal masyarakat menantikan kepulangannya.
Belajar bahasa Arab itu untuk dapat memahami Al Quran dan hadits, sehingga yang wajib diperdalam adalah bahasa Arab Fushah dengan gramatikalnya. Jika yang gemar dipelajari adalah Amiah karena digunakan sehari-hari di Timur Tengah, maka tujuan memahami Al Quran dan hadits tidak akan tercapai. Walaupun perlu juga memahami Amiah karena sebagian Syekh menjelaskan ilmu dengan campuran Amiah, tetapi Fushah tetap harus diutamakan.
Ada juga yang sudah semangat belajar bahasa Arab di Indonesia, setelah sampai di Timur Tengah kemampuannya stagnan. Hal itu karena di Timur Tengah ia lebih sering bergaul dengan orang Indonesia lagi, dan di antara mereka berbicara memakai bahasa Indonesia, bahkan ada yang lebih sering berbicara daerah, padahal sedang di Arab. Lalu buat apa kemarin berjuang memahami bahasa Arab jika tidak digunakan saat di Timur Tengah? Buat apa berjuang memahami bahasa Arab jika tidak dimanfaatkan untuk memahami Al Quran dan hadits?
Yang ingin saya katakan di sini adalah bahwa belajarlah bahasa Arab karena cinta, cinta kepada Nabi Muhammad yang beliau setiap hari memakai bahasa Arab, cinta kepada Al Quran yang diturunkan dengan bahasa Arab, cinta karena keilmuan Islam yang banyak ditulis dengan bahasa Arab. Belajar bahasa Arab karena cinta Nabi, cinta Al Quran dan bertujuan memahami syariat Islam jelas berpahala lebih banyak dibanding dengan belajar karena beasiswa semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H