Aku adalah orang asing. Tidak kenal satupun masyarakat Temboro. Namun lagi-lagi, mereka membuatku terkejut. Salah seorang bapak-bapak rela menjemputku dari penginapan menuju Markaz (masjid pusat) dengan mobilnya. Ia mengajakku berkeliling, mengenalkan beberapa tempat di sini.
"Besok, Â Mas bilang aja ada program apa dan mau kemana, nanti saya antar," ujar Bapak bergamis itu saat mengantarku pulang ke penginapan lagi. Tentu ini tidak dibayar. Ia mengulurkan tangannya bukan untuk uang, bukan perintah dari pesantren, bukan juga permintaan dariku. Ia sedang mengamalkan hadits Nabi Muhammad saw.
"Seorang muslim itu adalah saudara muslim yang lain. Oleh sebab itu, jangan menzdalimi dan meremehkannya dan jangan pula menykitinya." (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim).
Baru satu hari di sini, aku sudah belajar hadist dari mereka. Bukan hanya bacaan dan pemahaman, tapi juga pengamalan.
Di sini, aku merasakan sedang berada di Tarim, Hadramaut, Yaman. Jalan-jalan di Tarim adalah guru bagi yang tidak punya guru. Sama halnya di sini, aku belajar hadits keutamaan tolong menolong, persaudaraan dan kasih sayang sesama muslim di jalanan Temboro.
Di Tarim, tamu tidak akan kelaparan. Orang Inggris yang berkunjung ke Tarim berani tidak membawa uang karena makanan pasti didapat. Begitu juga di Temboro. Tamu tidak akan kelaparan. Pesantren sudah menyediakan makanan untuk tamu. Lagi-lagi, mereka bukan sekedar mengkaji hadits, tapi memengamalkannya.
"Sesungguhnya orang terbaik di antara kalian adalah orang yang memberi makan." (HR. Thabrani).
Temboro, 3 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H