Sistem hukum adalah landasan penting dalam pembentukan negara dan kehidupan sosial. Di antara berbagai sistem hukum yang berpengaruh di dunia, sistem common law merupakan salah satu yang memiliki dampak besar, terutama dalam budaya hukum negara-negara bekas koloni Inggris. Common law berkembang di Inggris dan dibangun berdasarkan prinsip precedent---yakni keputusan pengadilan sebelumnya yang dijadikan acuan untuk memutus perkara baru. Dalam common law, kebiasaan masyarakat menjadi sumber hukum utama melalui keputusan-keputusan pengadilan yang dianggap sebagai unwritten law atau hukum tidak tertulis. Hal ini kontras dengan civil law, yang mengutamakan undang-undang tertulis sebagai sumber hukum utamanya.
Awal mula common law berakar dari masa feodal Inggris, ketika sistem hukum sangat terfragmentasi dan dikuasai oleh para lord yang memegang kekuasaan besar di wilayahnya. Pengadilan lokal atau manorial courts dibentuk oleh lord untuk mengatur wilayah tersebut, namun praktiknya sering kali disalahgunakan. Hal ini memicu reformasi oleh Raja Henry II pada abad ke-12, yang membentuk pengadilan kerajaan untuk menciptakan keseragaman hukum di seluruh Inggris dan menunjuk hakim kerajaan guna menangani kasus secara merata.
Salah satu ciri utama common law adalah fleksibilitasnya, yang memungkinkan pengadilan untuk menafsirkan hukum sesuai dengan situasi kasus tertentu. Inovasi ini memberikan ruang bagi hukum untuk terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan sosial, sehingga common law lebih dinamis dibandingkan dengan sistem lain. Lama kelamaan, keputusan pengadilan diakui sebagai sumber hukum penting yang disebut jurisprudence. Ini menambah struktur pada common law karena para hakim diwajibkan mengikuti preseden atau keputusan yang sudah ada dalam memutus kasus.
Indonesia mengenal common law sebagian besar melalui kolonialisme Belanda yang memperkenalkan civil law, namun beberapa aspek dari common law juga ikut diadopsi, terutama setelah Reformasi 1998. Di era ini, prinsip-prinsip common law mulai mendapat perhatian dalam praktik hukum Indonesia, terutama dalam bidang hukum bisnis dan kontrak, yang kadang menggunakan keputusan pengadilan sebelumnya sebagai referensi. Ini menunjukkan bahwa meskipun sistem hukum Indonesia berbasis pada civil law, unsur common law juga berperan dalam praktik hukum.
Saat ini, dalam praktik hukum Indonesia, preseden semakin sering digunakan untuk memperkuat argumen di pengadilan. Praktik ini mempererat hubungan antara hukum tertulis dengan kebiasaan yang berlaku di masyarakat, sehingga mengakomodasi nilai-nilai lokal. Meskipun penerapan common law menunjukkan perkembangan yang positif, masih ada hambatan, terutama karena perbedaan budaya hukum dan konteks sosial di Indonesia yang mungkin menyulitkan integrasi penuh sistem ini. Di beberapa daerah, hukum adat yang kuat juga terkadang berbenturan dengan hukum formal.
Di sisi lain, terdapat potensi untuk meningkatkan penerapan prinsip common law melalui pendidikan dan pelatihan bagi hakim, pengacara, dan praktisi hukum. Kesadaran tentang pentingnya hukum yang adaptif terhadap perubahan masyarakat dapat mendorong pengembangan inovasi dalam praktik hukum di Indonesia.
Penerapan common law di Indonesia memberikan peluang dan tantangan tersendiri. Meski civil law menjadi fondasi utama sistem hukum Indonesia, unsur-unsur common law mulai diakui, terutama dalam preseden dan fleksibilitas dalam menafsirkan hukum. Dengan kombinasi yang seimbang antara kedua sistem ini, Indonesia dapat mewujudkan sistem hukum yang lebih adil dan efektif serta responsif terhadap kebutuhan masyarakatnya. Untuk mencapai hal ini, pendidikan dan peningkatan kesadaran mengenai pentingnya adaptasi hukum sangat diperlukan agar integrasi common law dan civil law mampu menghasilkan penegakan hukum yang memenuhi harapan masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H