"Aku harus ke Jakarta. Apapun yang terjadi. Itu sudah jadi tekadku. Atau aku akan sangat menyesal," kataku pada Mei, kekasihku.
Mei menatap mataku. Dia terlihat sangat khawatir.
"Jadi kau akan meninggalkanku," ujar Mei.
Matanya memerah. Sepertinya dia menahan air matanya agar tak jatuh.
"Berapa lama kau akan di sana?"
"Aku tidak tahu," ujarku.
"Berarti benar, kau akan meninggalkanku."
Mei bangkit dari kursinya. Kemudian perlahan menuju pintu. Ia berhenti sejenak. Mungkin menungguku mencegah kepergiannya. Tapi aku tetap pada pendirian. Aku harus ke Jakarta. Besok.
Mei kembali melangkah. Kali ini lebih cepat.
"Mei. Tunggu," kataku.
Mei tak peduli. Dia terus berjalan menuju halaman.