Sebelum saya menjalani kehidupan sebagai seorang Aṭṭhasīlani, saya pernah memiliki seorang teman kecil. Entah apakah ia masih mengingat saya atau tidak. Tetapi saya yakin sampai saat saya menulis tulisan ini, saya masih mengingatnya. Anaknya sedikit lucu dan kadang kala banyak bertingkah, lebih malas dari yang saya pikirkan selama ini. Ia jarang sekali mengerjakan pekerjaan rumahnya. Hampir setiap ada PR ia selalu meminta saya untuk mengerjakannya. Hal yang paling ia senangi adalah bermain sepakbola, tiada hari tanpa pergi ke tanah lapang. Setiap sore ia selalu bermain sepak bola bersama dengan teman-temannya. Saya belajar darinya tentang satu hal.
Saya pikir, saya adalah anak yang lebih pintar jika dibandingkan dengannya. Mungkin hal itu benar dari satu sisi pelajaran di sekolah, tetapi dalam hal lain saya hampir tidak pernah menang darinya. Saya sering menantangnya untuk main basket bersama, tetapi saya tidak pernah memenangkan pertandingan basket itu. Dalam hal lain, ia juga sangat jago, misalkan dalam pertandingan sepak bola. Sedangkan saya, hanya memiliki keinginan saja untuk dapat bermain sepak bola, tanpa pernah ada usaha untuk melakukannya. Saya sering bertanya padanya, ”Bagaimana kamu dapat melakukan gerakan yang tangkas seperti itu dan bola seakan selalu menempel padamu?” Ia hanya menjawab, ”Karena saya sudah biasa berlatih begitu, dan saya pikir kamu juga dapat jika kamu juga terbiasa berlatih.” Dalam hati saya berkata, "Andai sepak bola umum dimainkan oleh perempuan mungkin saya juga salah satu orang yang akan mencoba jenis olahraga pertandingan yang digandrungi banyak orang itu." Namun, sayangnya saya lebih menikmati menonton pertandingan sepak bola dibandingkan menjadi seorang pemain bola". Tepatnya penonton yang tidak memihak pada club bola mana pun tapi sangat bahagia jika melihat kemenangan kelompok pemain bola dari mana pun dengan segala usaha dan kerjasama-nya.
Dalam pertandingan bola pemain sibuk merebut satu bola untuk digiring pada satu gawang lawan, karena itu adalah tujuan mereka. Kadang begitulah hidup, seseorang sibuk memperebutkan satu hal yang terus berubah dan menggelinding. Tidak sedikit perjuangan yang harus para pemain lakukan, dari hal yang paling sederhana adalah latihan, kerjasama, menjaga fisik, ketangkasan dan komunikasi serta siap dengan segala hal yang akan terjadi.
Suasana dan warna pertandingan bola seperti warna hitam dan putih yang dijadikan pilihan warna bola yang direbutkan dalam pertandingan sepak bola. Demikian juga pada saat bertanding pemain diuji untuk menang dengan hal putih atau hitam, lebih memihak hal putih atau hitam dalam hidupnya. karena tidak semua pemain bola ingin menang dengan cara yang putih, demikian juga tidak semua orang yang kalah dalam permainan dianggap sebagai mereka yang berada dalam posisi gelap.
Sebagai pemain yang berbakat, pada saat bola telah kita terima maka pada saat itu sebagai pemain memiliki kesempatan untuk mengarah pada pencapaian tujuan. Menerima bola kemudian akan dilemparkan kembali ke pemain lainnya, hingga mendekati gawang lawan. Semakin tangkas seorang pemain dalam mengendalikan bola dan mengoper bola maka potensi mencapai tujuan akan semakin dekat. Intinya dalam suatu permainan kelompok seseorang perlu bekerjasama dengan tim, sekalipun memiliki ketangkasan dalam menerima bola jika ia tidak mampu bekerjasama dengan timnya maka pencapaian tujuan sulit terealisasi. Demikian juga hidup ini, manusia semestinya tidak hanya sekadar berebut untuk menerima saja, tapi juga harus belajar melepas apa yang pernah ia terima. Manusia juga penting untuk belajar bukan hanya sekadar menerima kemenangan dengan berbangga atau kekalahan dengan kecewa, tapi juga perlu belajar melepas kemenangan dengan bahagia dan melepas kekalahan dengan tetap menghargai sang juara.
Memetik pengalaman dari menonton permainan sepak bola ini adalah cara saya menghargai permainan yang akar sejarahnya berasal dari peradaban negeri bambu kuning ini, hingga karena banyak orang yang menyenanginya maka permainan ini dapat menyebar luas sampai ke negeri Eropa. Sekarang permainan ini menjadi lebih modern dan masih tetap eksis di kalangan masyarakat karena kita semua masih menjaganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H