Mohon tunggu...
Awatarino Rahman
Awatarino Rahman Mohon Tunggu... Penulis

Mencintai bidang filsafat dan pengembangan sosial, menikmati eksplorasi mendalam terhadap pemikiran manusia dan kemajuan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kajian Mendalam Etika Lingkungan: Perbandingan Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme

24 Januari 2024   18:00 Diperbarui: 24 Januari 2024   18:05 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perlindungan lingkungan, Cagar alam, Ekologi (AndreasAux dari PixayBay)

Pertumbuhan populasi dan perkembangan teknologi telah membawa dampak serius terhadap lingkungan. Perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan degradasi lingkungan menjadi tantangan global yang memerlukan solusi etis. Dalam konteks ini, kajian etika lingkungan menjadi semakin penting untuk membimbing perilaku manusia. 

Etika Lingkungan merupakan landasan filosofis yang memberikan arah pada perilaku manusia terhadap alam. Dalam kompleksitas tantangan lingkungan global, etika memainkan peran penting dalam membimbing sikap manusia terhadap sumber daya alam. 

Dalam kajian ini, kita akan menjelajahi dimensi-dimensi etika lingkungan, khususnya dalam konteks perbandingan antara antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Pemahaman mendalam terhadap etika ini akan membantu kita mengeksplorasi hubungan manusia dengan alam serta mempertimbangkan dampak perbuatan manusia terhadap ekosistem global secara lebih bijak.

 

1. Etika Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah suatu pandangan filosofis yang menempatkan manusia sebagai entitas paling utama dan penting dalam kerangka alam semesta. Dalam pengertian ini, antroposentrisme mencerminkan keyakinan bahwa manusia menempati titik pusat referensi dalam eksistensi. Hal ini dapat diuraikan lebih lanjut sebagai posisi istimewa manusia dalam kaitannya dengan entitas lain, yang menduduki tempat unik dalam eksistensi dan menjadi sumber makna. Konsep ini terkait dengan pemahaman etika yang menyatakan superioritas manusia terhadap non-manusia, seperti hewan, tumbuhan, mineral, dan sebagainya.

Bagi para pembelanya, pengistimewaan manusia dapat dikemukakan melalui tiga aspek. Pertama, kemampuan manusia untuk bertindak secara unik yang tidak dimiliki oleh spesies atau entitas lain. Kedua, pengistimewaan dapat bersumber dari wahyu keagamaan, di mana manusia dianggap diciptakan menurut gambar Tuhan dan diberikan tempat istimewa dalam hubungannya dengan spesies lain. Dan ketiga, pentingnya mengakui bahwa semua manusia diperlakukan dengan bermartabat.

Kritik utama pada paradigma antroposentrisme adalah konsep yang didasarkan pada pemahaman keliru tentang manusia dan hubungannya dengan dunia, yang mengakibatkan degradasi lingkungan, pemborosan, dan kekerasan terhadap yang non-manusia. Kritik ini tidak hanya bertujuan untuk menunjukkan bahwa antroposentrisme berakar pada pemahaman yang salah tentang hakikat manusia, melainkan juga untuk membuktikan bahwa etika yang dideklarasikan oleh para pembelanya, yang berasal dari antroposentrisme, tidak memelihara rasa hormat, martabat, dan kesetaraan. Sebaliknya, etika tersebut justru terlibat dalam melegitimasi penindasan, dominasi, dan penaklukan. Oleh karena itu, sejumlah individu berupaya untuk merenungkan kembali konsep manusia sebagai langkah awal untuk mengevaluasi kembali nilai-nilai etika dengan sudut pandang non-antroposentris.

2. Etika Biosentrisme

Biosentrisme adalah suatu pandangan filosofis yang menyatakan bahwa setiap makhluk hidup memiliki nilai yang melekat pada dirinya sendiri, tanpa bergantung pada manfaat atau kepentingan manusia. Dalam pandangan ini, semua bentuk kehidupan dianggap memiliki nilai intrinsik, artinya nilai tersebut tidak hanya berasal dari kegunaan atau kepentingan yang mungkin dimiliki oleh manusia atau makhluk hidup lain.

Etika biosentrisme, sebagai etika lingkungan, menganggap bahwa semua makhluk hidup memiliki ‘kebaikan’ mereka sendiri dan oleh karena itu mengusulkan perluasan status objek moral dari manusia ke makhluk hidup non-manusia. Terdapat tiga aspek utama yang perlu dicermati pada etika ini. Pertama, setiap makhluk hidup secara alami memiliki naluri untuk melawan dalam rangka menjaga keteraturan dan organisasi internal mereka, mempertahankan kelangsungan hidup, serta mendukung keberlanjutan dan keseluruhan ekosistem kehidupan. Kedua, menjaga kelangsungan hidup sendiri menjadi fokus sentral bagi setiap makhluk hidup, yang merupakan nilai intrinsik dan dianggap sebagai kebaikan. Ketiga, meskipun berbagai makhluk hidup mengadopsi cara yang berbeda dalam pengorganisasian diri dan mempertahankan kelangsungan hidup, nilai intrinsik mereka dianggap sama. Oleh karena itu, mereka seharusnya memiliki hak yang setara dalam ranah moralitas, termasuk pengakuan, perhatian, dan perlindungan moral.

3. Etika Ekosentrisme

Ekosentrisme adalah suatu pandangan filosofis yang meyakini bahwa nilai intrinsik terdapat dalam ekosistem secara keseluruhan, yang melibatkan baik unsur hidup maupun non-hidup yang membentuknya. Dalam konsep ekosentrisme, ekosistem dianggap sebagai entitas yang memiliki nilai inherent, tidak hanya terbatas pada keberadaan makhluk hidup di dalamnya, tetapi juga mencakup unsur-unsur non-hidup seperti tanah, air, udara, dan batuan.

Dalam konsep ekosentrisme, perhatian utama tertuju pada keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem. Pendekatan ekosentrisme menekankan urgensi untuk menjaga keutuhan ekosistem dalam konteks keseluruhan, tanpa hanya memberikan perhatian kepada individu atau spesies tertentu. Dalam pandangan ekosentrisme, perbedaannya dengan antroposentrisme dan biosentrisme terletak pada cara penilaian nilai lingkungan. Antroposentrisme cenderung memandang nilai lingkungan berdasarkan manfaat yang diberikan kepada manusia semata, dan biosentrisme lebih berfokus pada hak dan keberlanjutan makhluk hidup individu, tanpa terlalu mempertimbangkan ekosistem secara menyeluruh. Dengan memprioritaskan keutuhan ekosistem, ekosentrisme mendorong pemahaman yang lebih luas tentang kompleksitas hubungan antar unsur dalam ekosistem dan perannya dalam menjaga kehidupan planet ini.

Pada era saat ini, di mana pertumbuhan populasi dan perkembangan teknologi telah membawa dampak serius terhadap lingkungan, pentingnya etika lingkungan menjadi semakin nyata. Perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan degradasi lingkungan menjadi tantangan global yang memerlukan solusi etis. Etika lingkungan menjadi landasan filosofis yang memberikan arah pada perilaku manusia terhadap alam, membimbing sikap manusia terhadap sumber daya alam dalam menghadapi kompleksitas tantangan lingkungan global.

Dalam konteks ini, kajian mendalam terhadap etika lingkungan, dengan mempertimbangkan perbedaan antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme, membantu kita menjelajahi dimensi-dimensi etika ini. Etika antroposentrisme menempatkan manusia sebagai pusat, sedangkan etika biosentrisme mengakui nilai intrinsik setiap makhluk hidup, dan etika ekosentrisme menekankan urgensi menjaga keutuhan ekosistem secara menyeluruh.

Dengan mengintegrasikan pemahaman etika lingkungan, manusia diharapkan dapat menjalin hubungan yang lebih bijaksana dengan alam, mempertimbangkan dampak perbuatan manusia terhadap ekosistem global, dan mengambil tindakan yang mendukung keberlanjutan dan keseimbangan lingkungan hidup.

Sumber: 

A. Light & H. Rolston, Environmental Ethics An Anthology. Blackwell Publishing, Oxford, 2003. 

F.G. Kaiser, M. Ranney, T. Hartig & P.A. Bowler, Ecological Behavior, Environmental Attitude, and Feelings of Responsibility for the Environment, European Psychologist, 4 (2) (1999), 59-74. https://doi.org/10.1027//1016-9040.4.2.59.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun