Bandung - Sistem pangan di era antroposen tengah menghadapi tantangan serius yang membutuhkan perhatian segera. Hal ini disampaikan dosen prodi Agribisnis Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Alghif Aruni Nur Rukman dalam program Gerakan Subuh Mengaji Aisyiyah Jawa Barat beberapa waktu lalu. Menurutnya, sistem pangan yang mencakup seluruh aktivitas pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi, dari menanam hingga mengonsumsi, kini menghadapi masalah global yang signifikan.
Data menunjukkan bahwa secara global, sebanyak 828 juta orang terkena dampak kelaparan pada 2021, meningkat 46 juta dibanding tahun sebelumnya dan 150 juta lebih tinggi dibanding 2019. Lebih mengkhawatirkan lagi, sepertiga produksi pangan dunia terbuang setiap tahunnya dengan kerugian ekonomi mencapai miliaran dolar.
Kondisi di Indonesia tidak kalah memprihatinkan. Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), 23-48 juta ton pangan terbuang setiap tahun, setara dengan kerugian hingga 551 triliun rupiah atau 4-5 persen dari PDB. Bahkan berdasarkan laporan Food Waste Index, Indonesia menempati peringkat kedua global pada 2021 dan menjadi negara dengan tingkat food waste terbesar di ASEAN.
Menghadapi situasi ini, Alghif menekankan bahwa tantangan tersebut hanya dapat diatasi dengan perubahan pola pikir dan tindakan nyata. Pemanfaatan pangan lokal, regenerasi petani, dan konsumsi makanan bergizi seimbang harus menjadi prioritas. Langkah ini menurutnya selaras dengan semangat Al-Quran surah Al-Maun dan nasihat KH Ahmad Dahlan untuk meningkatkan kepedulian sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam konteks yang lebih luas, keberlanjutan sistem pangan menjadi isu krusial yang membutuhkan pengelolaan efisien dan pengurangan limbah pangan. Upaya ini dapat mendukung terciptanya kemakmuran bagi semua, seperti yang digaungkan dalam Tanwir Kupang oleh Muhammadiyah, dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan lembaga terkait.
Peningkatan kapasitas petani dan peran aktif generasi muda dalam sektor agribisnis menjadi salah satu solusi utama yang diajukan. Alghif menekankan bahwa dengan regenerasi petani yang efektif, keberlanjutan sistem pangan dapat diwujudkan secara lebih optimal. Ia juga mendorong konsumsi pangan lokal sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Dengan berbagai langkah strategis dan kolaborasi lintas sektor tersebut, Alghif optimistis tantangan sistem pangan di era Antroposen dapat diatasi. Upaya ini diharapkan mampu menciptakan sistem pangan yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan menjadi jalan menuju kesejahteraan bersama sebagaimana spirit Muhammadiyah.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI