Bandung - Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Herry Suhardiyanto menyoroti semakin maraknya isu hak asasi manusia (HAM) di Indonesia dalam acara Workshop dan Training of Trainers (TOT) Sekolah HAM yang digelar di kampus UM Bandung, Sabtu-Minggu (05-06/10/2024).Â
Menurut Herry, komitmen berbagai elemen bangsa dalam menjalankan amanah konstitusi semakin melemah. Padahal, konstitusi dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menyatakan bahwa negara harus hadir untuk melindungi seluruh warga negara. Namun, realitanya, kepentingan sempit sering kali mengesampingkan penegakan hukum dan HAM.
Herry, yang juga merupakan mantan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), mengungkapkan bahwa persoalan HAM di Indonesia memiliki spektrum yang sangat luas, mulai dari hak hidup hingga hak mendapatkan penghidupan yang layak. Menurutnya, fenomena pelanggaran HAM masih sering terjadi, termasuk perampasan hak-hak dasar warga negara.Â
"Kita sering menghadapi berbagai persoalan ini di tengah masyarakat," ujar Herry. Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara berbagai pihak untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM dan mengawal advokasi agar hukum dapat ditegakkan dengan baik.
Acara Sekolah HAM ini, lanjut Herry, diharapkan menjadi sebuah "bola salju" yang semakin menguat dalam mengadvokasi isu hukum dan HAM. Herry berharap, kegiatan ini dapat mencetak advokat dan pejuang HAM yang memiliki kepedulian terhadap hak-hak dan kepentingan masyarakat, terutama dalam konteks persyarikatan Muhammadiyah. Ia menilai bahwa pembentukan kader advokat yang peduli terhadap isu HAM adalah hal penting dalam menghadapi berbagai tantangan hukum di masa depan.
Dalam kesempatan tersebut, Herry juga menyoroti berbagai masalah yang sering terjadi dalam implementasi hukum di lapangan, seperti adanya mafia hukum dan proses peradilan yang tidak berjalan dengan semestinya. Ia menyebutkan bahwa saat ini Muhammadiyah sedang menghadapi tantangan hukum terkait sengketa tanah wakaf bersertifikat yang digugat oleh pihak-pihak yang tidak berkenan. Menurut Herry, tantangan ini harus dihadapi dengan kesiapan advokat yang memiliki integritas dalam mengawal penegakan hukum.
Selain itu, Herry mengajak para peserta untuk memperkuat kajian-kajian terkait hukum yang relevan, terutama dalam memahami peraturan perundang-undangan yang sering kali saling bertabrakan. "Ada banyak undang-undang yang di tingkat implementasi, baik peraturan pemerintah maupun peraturan menteri, justru saling berbenturan," jelasnya. Herry menilai bahwa hal ini sering kali disebabkan oleh keterlambatan dalam memahami peraturan yang ada, sehingga menimbulkan kesalahpahaman di tingkat kebijakan.
Herry menutup pernyataannya dengan harapan bahwa melalui program-program seperti Sekolah HAM ini, UM Bandung dapat terus berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa. Meskipun UM Bandung belum memiliki fakultas hukum, Herry optimis bahwa kampus ini dapat menjadi pusat bagi para advokat yang berkomitmen pada penegakan hukum dan HAM.Â
"Semoga kegiatan ini dapat memperkuat sinergi kita dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat serta memastikan hukum ditegakkan dengan adil," pungkasnya. Workshop dan TOT Sekolah HAM ini diinisiasi oleh Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H