Oleh : Agus Trilaksono, Ph.D in Aerospace Engineering.
Kasus pesawat MH370 telah membawa duka yang begitu mendalam dalam dunia penerbangan karena musibahnya menyisahkan ketidak-pastian yang cukup lama bagi keluarga penumpang. Dan ini ditambah dengan banyak pendapat ahli penerbangan yang bersifat spekulatif. Ada satu kelemahan mendasar dari banyaknya pendapat para ahli ataupun pengamat penerbangan, yaitu; pendapat mereka butuh data fisik pesawat, apakah pesawat tersebut masih utuh, rusak atau sudah hancur. Tentu pendapat tersebut bukan pendapat yang memiliki nilai pencegahan tapi post-accident dimana korban boleh jadi sudah terjadi.
Memang benar bahwa secara umum setiap pesawat terbang telah dilengkapi FDR system dan ini yang menjadi acuan banyak ahli dalam memberikan pendapat tentang musibah MH370. Disini penulis mencoba untuk tidak berpendapat sebagaimana dengan banyaknya pendapat yang sudah diberikan oleh ahli penerbangan lainnya, tapi penulis mencoba untuk sedikit menelaah adanya kekurangan yang cukup mendasar dalam rekayasa struktur pesawat terbang. Baik dalam kaitan dengan conceptual design yang bisa meningkatan keamanan selama terbang, juga dalam kaitan bisnis yang memberi kesempatan pesawat untuk terbang selama mungkin dengan mengurangi interval maintenance.
Kekurangan tersebut adalah belum diterapkannya konsep structural health monitoring (SHM) system dalam design struktur pesawat terbang. Dimana jika SHM system ini diterapkan secara luas maka bukti fisik yang dibutuhkan untuk membuktikan bahwa telah terjadi kecelakaan menjadi tidak relavan lagi, karena kondisi struktur pesawat terbang sudah dapat diketahui secara automatis bahkan sebelum sebuah kerusakan mencapai nilai kritis. Pada dasarnya konsep ini terinspirasi oleh jaringan syaraf manusia dan dicoba untuk diterapkan pada sebuah struktur pesawat terbang sehingga ia dapat merasakan dan bercerita jika sebuah kerusakan terjadi dan berkembang pada dirinya. Gambar 1 secara sederhana mengilustrasikan konsep tersebut.
Gambar 1. Penerapan structural health monitoring yang di inspirasi oleh
jaringan syaraf manusia.
Dan pada era dimana teknologi berkembang begitu cepat, maka penting bagi setiap perekayasa struktur pesawat terbang untuk mengeksploitasi kemampuannya hingga ke batas teknologi yang ada di masa sekarang untuk meningkatkan keamanan struktur, mengurangi biaya perawatan dan aircraft downtime.
Apa itu Structure Health Monitoring (SHM) System.
Secara literatur, SHM system didefinisikan sebagai, “akusisi, validasi and analisa data teknis yang menjadi acuan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan life-cycle sebuah struktur”. Dan secara umum SHMsystem adalah sebuah sistem dengan kemampuan untuk mendeteksi dan menginterpretasikan adanya kerusakanpada strukturpesawat terbang dalam rangka untuk meningkatkan keandalan dan mengurangi biaya perawatannya. Tantangan yang lebih mendasar dalam merancang SHM system adalah mengetahui apaitu ‘kerusakan’ dan bagaimana mengidentifikasi adanya ‘kerusakan’ tersebut. Ciri-ciri kerusakan tertentu pada sebuah struktur memainkan peran kunci dalam menentukan arsitektur SHM system dan akan menentukan jenis sensor sekaligus metode deteksi-kerusakan struktur yang diperlukan. Ada banyak metoda untuk mendeteksi kerusakan. Salah satunya adalah menggunakan fiber optic strain sensor sebagai jaringan syaraf stuktur. Dimana metoda ini punya kelebihan; tidak menambah berat struktur, tidak terpengaruh oleh radiasi EMF, kuat, berdiameter cukup kecil antara 50 – 125 micron dan mudah dilakukan multiplexing sehingga dapat mendeteksi area kerusakan yang cukup luas.
Salah satu manfaat kunci pada pengembangan SHM system adalah kerusakan pada sebuah struktur dapat terdeteksi lebih awal tanpa melibatkan manusia pada pendeteksianya karena secara automatis, SHM system akan memberikan informasi, baik melalui gelombang radio ataupun melalui LAN, bagaimana kerusakan tersebut bermula hingga kerusakan menjadi berkembang sebelum kerusakan tersebut mencapai nilai kritisnya. Sehingga seorang teknisi atau rekasawan dapat mempersiapan tindakan yang diperlukan jika terjadi kerusakan pada pesawat terbang sebelum pesawat terbang tersebut turun.