Sejatinya, pendidikan seks untuk anak dan remaja diperlukan. Dalam hal ini, peran orang tua dituntut lebih dominan, bukan pihak lain. Tentu saja pelaksanaannya tidak mengabaikan usia dan perkembangan anak. Memperoleh pendidikan seks merupakan hak anak yang perlu dipenuhi. Mengabaikannya sama dengan membuka gerbang kesempatan selebar-lebarnya bagi anak untuk mencari tahu sendiri. Dan dalam keadaan seperti inilah anak bisa saja terjebak dalam pemahaman yang salah tentang seks.
Supaya pemahaman kita tentang pendidikan seks menjadi akurat, berikut saya paparkan pendidikan seks secara praktis. Pertama-tama, kita pahami dahulu apa itu pendidikan. Dalam perspektif sederhana, pendidikan merupakan usaha yang diciptakan secara sengaja dan bertujuan untuk mendidik, melatih dan membimbing seseorang agar dapat mengembangkan kemampuan individu dan sosialnya. Selanjutnya, kita melihat apa yang dimaksud dengan seks. Seks dalam arti sempit adalah kelamin. Sementara dalam arti luas, seks menyangkut semua aspek perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari sisi fisik, bilogis, psikis, serta sosial yang berhubungan pada manusia. Seks juga berarti fisik-genetik dan fungsinya terkait dengan jenis kelamin (seks).
Dengan demikian pendidikan seks (sex education) dapat dipahami sebagai usaha yang diciptakan secara sengaja dan bertujuan untuk mendidik, melatih, dan membimbing anak tentang seks agar dapat mengantisipasi intimidasi seksual yang mungkin dialaminya sesuai dengan kemampuan individu dan sosialnya. Pendidikan seks juga berarti upaya transfer pengetahuan dan nilai (knowledge dan values) tentang fisik-genetik dan fungsinya terkait dengan jenis kelamin (seks).
Jadi, pendidikan seks kepada anak merupakan upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak, dalam usaha menjaga anak terbebas dari intimidasi/kekerasan seksual.Praktisnya, pendidikan seks untuk adalah suatu upaya menyampaikan informasi mengenai seksualitas secara jelas dan benar untuk anak.
Saya akan mulai pembahasan PENDIDIKAN SEKS UNTUK ANAK dengan menjawab pertanyaan, mengapa pendidikan seks untuk anak perlu dilakukan?? Jawabannya adalah KARENA anak memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan, tidak saja dalam keluarga, tetapi juga di dalam lingkungan masyarakat. Kita tahu, anak merupakan kebanggaan keluarga. Anak juga memiliki peran khusus di masyarakat. Karena itu masa depan anak harus dipersiapkan. Persiapan ini tidak hanya menyangkut modal untuk mendapatkan bekal yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan umum yang termanifestasi dalam berbagai disiplin ilmu tetapi juga menyangkut pembentukan karakter yang lebih khusus mengacu pada pengetahuan tentang seks atau dirinya dalam arti fisik-genetik dan fungsinya terkait dengan jenis kelamin. Karena itu, bisa dikatakan bahwa pendidikan seks kepada anak bukanlah suatu keharusan saja melainkan hak anak.
Oleh karena pertimbangan inilah pendidikan seks kepada anak dilakukan dengan tujuan:
1.Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti jenis kelamin, pertumbuhan, dsb.
2.Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan
3.Mendorong anak menciptakan hubungan yang baik
4.Mencegah anak terlibat dalam sexual intercourse (hubungan seksual)
Secara praktis, pendidikan seks untuk anak dapat dimulai dengan mengajarkan tentang rasa malu, misalnya membiasakan anak berganti pakaian dalam ruangan tertutup (kamar tidur atau kamar mandi), membiasakan anak tidak lalu lalang tanpa mengenakan pakaian (telanjang), membiasakan anak membuang air kecing atau BAB di kamar mandi atau WC, membiasakan anak tidur sendiri atau dengan adik dengan jenis kelamin yang sama, dan membiasakan anak membersihkan alat kelamin sendiri sehingga anak tidak bergantung kepada orang lain. Hal ini juga dimaksudkan agar anak tidak sembarang memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyentuh alat genitalnya.
Pendidikan seks untuk anak hanya effektif apabila dilakukan berdasarkan tahapan perkembangan anak, sesuai dengan rentang usia, yaitu:
-Batita (1-3 tahun). Pada usia ini orang tua dapat mulai memperkenalkan orga-organ seks miliknya secara singkat. Tidak perlu memberi penjelasan mendetil karena rentang waktu atensi batita amat pendek. Hal ini bisa dilakukan pada saat memandikan si kecil. Orang tua bisa memberitahu berbagai organ tubuh anak, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, dan jangan lupa penis dan vagina atau vulva.
-Balita (3-5 tahun). Pada usia ini orang tua menjelaskan tentang perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya, misalnya jika si kecil memiliki adik yang berlawanan jenis. Tandaskan juga bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan sembarangan, juga tidak boleh membiarkan orang lain menyentuhnya tanpa diketahui orang tua. Ajarkan juga bagaimana cara melawan apabila ada orang yang memegang alat kelaminnya tanpa sepengetahuan orang tua. Cara yang paling sederhana tetapi efektiv adalah berteriak-teriak sekeras-kerasnya dan melaporkan kepada orang tua.
-Bayi 5-10 tahun. Anak-anak dalam rentang usia ini (Kadang, ada anak usia tiga dan 4 tahun) biasanya mulai aktif bertanya tentang seks dengan pertanyaan yang lebih spesifik. Misalnya darimana bayi berasal. Tentu saja, jawaban orang tua haruslah terus terang dan apa adanya. Dan akhiri dengan mengatakan bahwa hubungan seks hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah menikah (suami-istri).
-Menjelang remaja. Orang tua harus menerangkan tentang haid, mimpi basah, dan juga perubahan-perubahan fisik, seperti perubahan payudara pada perempuan atau perubahan suara pada laki-laki.
-Remaja. Dalam masa ini, secara intensif, orang tua harus menanamkan nilai-nilai moral terkait seks. Berikan penjelasan mengenai dampak buruk, baik fisik maupun psikis, yang mungkin dialaminya apabila terlibat dalam aktifitas seks sebelum waktunya.
Dampak Ketiadaan Pendidikan Seks untuk Anak
Sekurang-kurang terdapat tiga dampak yang mungkin anak alami apabila tidak mendapatkan pendidikan seks sejak dini, yaitu:
dampak fisik, yaitu terkena penyakit menular dan anak yang terjebak dalam free sex. Tetapi bukan hanya ini yang bisa terjadi. Anak bisa mengalami kekerasan seksual (pelecehan) atau abuse child. Jelas, penyebabnya adalah karena tidak diberitahu tentang fisik-genetik dan fungsinya terkait dengan jenis kelamin. Akibat, ketika ada orang yang tidak bertanggung jawab melancarkan aksi bejatnya, anak tak tahu bagaimana menangkalnya;
selanjutnya, dampak psikis, anak mengalami traumatik yang mendalam; ini tidak hanya tentang perubahan sikap tetapi juga menyangkut timbulnya rasa tidak percaya kepada orang lain, anak selalu menaruh curiga dan berprangsangka buruk; dan
dampak sosial, anak mendapatkan stigma atau label negatif. Kita tahu, bahkan lingkungan masyarakat yang sangat liberal pun tak bisa mengabaikan sanksi sosial terhadap korban kekerasan seksual. Apabila pendidikan seks untuk anak tidak dilaksanakan sejak dini, anak bisa menjadi pelaku sexual intercourse, dalam hal ini anak tidak hanya menjadi korban (victim) tetapi juga bisa menjadi pelaku kekerasan seksual. Mengapa? Sebab anak tidak tahu bagaimana memperlakukan orang lain secara wajar. Kita tahu, sexual abuse sering terjadi karena defisit pengetahuan tentang seks, dan bukan hanya karena pemahaman yang salah.
Kiat-Kiat dalam Pendidikan Seks untuk Anak
1.Bersikap jujur dan terbuka. Orang tua harus menyampaikan informasi tentang seks secara benar dan apa adanya. Tidak boleh menjawab pertanyaan anak-anak dengan asal-asalan, tidak akurat apalagi sampai melenceng dari subjek pertanyaan. Ini akan mengajari anak bersikap jujur dan terbuka kepada orang tua. Selama ini, dalam pengalaman kita, orang tua tidak jujur kepada anak misalnya dengan menyebut alat kelaminnya dengan sebutan lain.
2.Santai. Pendidikan seks kepada anak harus berlangsung dalam suasana santai, wajar, dan biasa-biasa dalam arti tidak membesar-besarkan masalah karena menganggap seks merupakan topik yang berat. Intonasi suara sangat diperlukan.
3.Tidak boleh bersikap heboh atau berlebihan. Dalam arti praktis, orang tua harus menekan rasa risih dan takutnya ketika menjelaskan tentang seks.
4.Jangan biarkan anak melihat kekalutan kita ketika menjelaskan tentang seks. Orang tua hanya bisa menekan atau menghilangkan kekalutannya apabila telah mampu melepaskan diri dari semua persepsi negatif tentang seks.
5.Hindari memarahi anak karena mengajukan pertanyaan tentang seks. Hal ini juga menyangkut perkataan bahwa seks itu dosa, kotor, atau tak pantas untuk dibicarakan. Ini akan berpengaruh buruk kepada anak. Anak akan mengembangkan persepsi negatif tentang seks dan pada akhirnya memiliki pemahaman keliru.
6.Tidak boleh vulgar.Pendidikan seks untuk anak yang dilakukan secara vulgar justru akan berdampak negatif pada anak. Orang tua sebaiknya melihatfaktor usia dan sasaran yang hendak dituju.
Penutup
Pendidikan seks untuk anak perlu dilakukan sejak dini. Pendidikan seks sejak dini memungkinkan anak memperoleh informasi yang tepat dari orang tuanya, bukan dari orang lain. Pastikan! Anak anda memdapatkan informasi tentang seks dari anda sendiri, bukan dari orang lain!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H