Mohon tunggu...
Daniel Yonathan Missa
Daniel Yonathan Missa Mohon Tunggu... Administrasi - Anak kampung

Saya anak kampung yang kampungan.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Orangtua Sebagai Babysitter

14 Agustus 2014   22:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:32 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah sepasang muda-mudi menikah, mereka tidak hanya disebut suami-istri tetapi juga menyandang predikat sebagai orang tua manakala Tuhan mengaruniakan anak dalam pernikahan mereka atau tidak. Predikat ini otomatis menempatkan orang tua sebagai babbysitter, mau tidak mau. Pasangan suami-istri yang tidak dikaruniai anak bisa jadi tidak mempunyai kesempatan untuk mengasuh, kecuali mereka mengadopsi anak. Tak bisa dipungkiri, pola asuh orang tua berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik maupun secara psikis dan sosial.Orang tua berkewajiban mengasuh, yaitu mendidik dan mengarahkan anak agar menjadi individu berkarakter mulia. Peran orang tua mengasuh merupakan peran yang penting karena anak mula-mula memperoleh bimbingan dan pendidikan dalam keluarga sebelum akhirnya diperlengkapi di lembaga-lembaga pendidikan.

Hetherington & Whiting (1999) mengatakan pola asuh adalah proses interaksi total antara orang tua dengan anak, seperti proses pemeliharaan, pemberian makan, membersihkan, melidungi, dan proses sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar. Menurut Wahyuning (2003) pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orang tua yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Sementara itu, Gunarsa berpendapat bahwa pola asuh adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, pakaian, dsb.) dan kebutuhan psikologis (affeksi dan perasaan) tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.

Dengan demikian, pola asuh adalah cara orang tua memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, dan juga nilai-nilai kehidupan agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang memiliki keselarasan hidup dengan kebenaran.

Dua Dimensi

Pola asuh orang tua berhubungan dengan dua dimensi penting, yaitu:

1.Dimensi Respon (acceptance/responsiveness), yaitu bagaimana orang tua berrespons kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua. Hal ini mengacu pada sejauhmana orang tua: mendukung dan sensistif pada kebutuhan anak-anaknya, sensitif terhadap emosi anak, memperhatikan kesejahteraaan anak, bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama, serta bersedia memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka berprestasi atau memenuhi harapan mereka.

2.Dimensi Kontrol (demandingness/control), merupakan gambaran bagaimana standar yang ditetapkan oleh orang tua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku orang tua. Mengacu pada:

-pembatasan, yaitu orang tua membatasi tingkah laku anak, dimana orang tua menentukan hal-hal yang harus dilakukan anak dan memberikan batasan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan anak,

-Tuntutan, agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah laku dan tanggung jawab sosial sesuai dengan standart yang berlaku sesuai dengan keinginan orang tua.

-Sikap ketat, berkaitan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas dalam menjaga agar anak memenuhi aturan dan tuntutan mereka. Orang tua mengarahkan anak supaya tidak mengembangkan kebiasaan membantah atau mengajukan keberatan terhadap peraturan yang telah ditentukan,

-Campur tangan, tidak adanya kebebasan bertingkah laku yang diberikan orang tua kepada anaknya. Orang tua selalu turut campur dalam keputusan, rencana dan relasi anak, orang tua tidak melibatkan anak dalam membuat keputusan tersebut, orang tua beranggapan apa yang mereka putuskan untuk anak adalah yang terbaik dan benar untuk anak.

-Kekuasaan sewenang-wenang, merupakan gambaran bahwa orang tua menerapkan kendali yang ketat, kekuasaan mutlak pada orang tua.

Orang tua merupakan wakil Allah yang diberi mandat untuk mendidik anak-anak. Setiap umat Kristen tentu familiar dengan ayat ini: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” (Amsal 22:6). Ini merupakan mandat Allah kepada setiap orang tua. Dan mandat ini bukanlah pilihan. Saya bisa katakan juga bahwa mengasuh bukan hanya suatu keharusan tetapi juga merupakan hak asazi orang tua. Jadi, apabila ada orang tua yang tidak mengasuh anak-anaknya, berarti ia sedang tidak mempergunakan haknya. Padahal hak mengasuh merupakan sesuatu yang istimewa. Tidak mengasuh anak sama artinya dengan tidak mengindahkan mandat atau wewenang yang telah Tuhan embankan.

Orang tua juga dikatakan sebagai pendidik utama karena orang tualah yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak. Disamping itu orang tua jugalah yang mempunyai kesadaran dan cinta kasih yang mendalam untuk mengasuh/mendidik secara responsible dan kesabaran.

Karakteristik Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua dapat dibedakan menjadi beberapa karakteristik, yaitu:

1.Orang tua sebagai babbysitter yang berwatak keras (otoriter)

Orang tua otoriter selalu stressing pada ketaatan mutlak anak dalam segala hal. Setiap kali membantah/membangkang, anak akan mendapat hukuman. Orang tua otoriter tidak menghargai kebebasan berpendapat. Bahkan kebebasan berekspresi menjadi sesuatu yang tabu. Orang tua otoriter tidak memberdayakan potensi humor anak. Kita bisa membayangkan suasana keluarga ini. Sangat kaku, gersang, dan sama sekali tidak ada tawa dan canda. Orang tua dengan tipikal otoriter akan menghasilkan anak yang tidak mandiri, berpenghargaan diri rendah, serta berjiwa pemberontak.

2.Orang tua sebagai babbysitter yang berwatak permisif (permissive)

Tidak banyak aturan yang diterapkan kepada anak merupakan ciri khas orang tua berwatak permisif. Meski demikian, disiplin tetap ada hanya tidak ketat alias terdapat banyak kelonggaran. Banyak orang tua berpikir, inilah yang model orang tua ideal. Padahal yang sebenarnya tidak demikian. Sebab orang tua berwatak permisif hanya akan menghasilkan anak-anak yang kontrol dirinya berada pada taraf rendah dan kurang bisa memikul tanggung jawab.

3.Orang tua sebagai babbysitter yang berwatak masa bodoh (laissez-faire)

Orang tua masa bodoh merupakan tipikal orang tua yang acuh, cuek, tidak mau peduli atau tidak mau dipusingkan dengan segala perilaku anak, baik kata-kata maupun perbuatan. Dalam hal ini ada semacam upaya memisahkan diri dari kehidupan anak. Orang tua tidak mau terlibat. Anak dibiarkan melakukan apa saja sesuai keinginan atau kemauannya. Sudah pasti, hasilnya tidak menggembirakan. Anak akan mengalami/mendapat kesulitan yang benar-benar sulit dalam pengembangan dirinya.

4.Orang tua sebagai babbysitter yang berwatak demokratis (democratic)

Berbeda dengan tipikal orang tua otoriter, permisif, dan masa bodoh, tipikal orang tua yang keempat adalah orang tua yang berwatak demokratis. Disini, orang tua memberikan petunjuk dan bimbingan sesuai dengan keperluan anak bahkan menyangkut hal-hal yang mungkin akan ditemui anak dalam bermasyarakat. Ada kebebasan berpendapat dan berekspresi dimana orang tua bertindak sebagai direct (pengarah). Saya kira, inilah tipikal orang tua yang paling banyak dianut oleh masyarakat kita dewasa ini. Sebab hasilnya, anak cenderung bertanggung jawab, mandiri, memiliki penghargaan diri tinggi, dan kontrol diri yang baik.

5.Orang tua sebagai babbysitter yang berwatak Takut akan Tuhan (religius)

Tipikal orang tua yang terakhir adalah orang tua berwatak takut akan Tuhan. Orang tua dengan watak ini akan mengajarkan kepada anak-anaknya untuk membangun hubungan interpersonal yang intim dengan Tuhan. Memperlakukan anak sebagai karunia Tuhan merupakan ciri khas utama orang tua berwatak takut akan Tuhan. Anak tidak hanya diberi kebebasan berpendapat, berekspresi tetapi juga mengarahkan anak supaya membangun relasi personal dengan Tuhan. Disini, posisi orang tua sebagai wakil Allah benar-benar disadari oleh anak. Hasilnya, anak tidak hanya mandiri, bertanggung jawab, berpenghargaan diri tinggi, dan berkontrol diri baik, tetapi juga takut akan Tuhan.

Sebagai pemerhati pendidikan dan anak, saya menyarakan agar sebisa mungkin dan terus mencoba membangun karakter kita sebagai orang tua yang takut akan Tuhan.

Kiat-kiat Berperan sebagai Babbysitter dengan baik

Sebagai orang tua, tidak mudah mengasuh anak. Karena itu hal-hal berikut ini perlu diperhatikan:

1.Kondisi Mental

Mental memang menjadi faktor terpenting karena berkaitan erat dengan batin dan watak manusia. Secara khusus, mental berarti suatu kemampuan menyesuaikan diri dan bersifat serius yang mengakibatkan kemampuan dan pencapaian tertentu. Orang tua perlu memastikan mentalnya dalam keadaan siap untuk menjalankan fungsi sebagai pendidik utama terutama dalam menghadapi berbagai persoalan yang mungkin timbul. Dalam hal ini, kecerdasan emosi orang tua diperlukan, yaitu kemampuan untuk mengolah emosi orang tua sendiri sehingga tidak dikuasai oleh emosi negatif.

2.Ilmu/Pengetahuan

Bekal ilmu pengetahuan yang cukup dapat membantu orang tua dalam memainkan perannya sebagai pengasuh. Kita semua tahu, tidak semua orang tua berpendidikan tinggi. Tetapi kenyataan ini tidak berarti hanya orang tua dengan latar belakang pendidikan memadai saja yang dapat menjalankan peran sebagai pendidik utama. Dengan perkembangan zaman yang sedemikian maju dan canggih ini, ketertinggalan pendidikan bukanlah persoalan serius lagi. Sebab hal ini bisa disiasati dengan cara rajin membaca, atau berburu informasi dari berbagai sumber informasi.

Nah, sebagai pendidik utama, orang tua, perlu:

a.Memahami dan memilih sistem pengasuhan yang cocok bagi anak

b.Memahami tahap-tahap perkembangan anak

c.Mengetahui dan menyadari kemampuan sebagai pengasuh

d.Meminimalisir bahkan menghindari kesalahan dalam memotivasi anak

3.Materi

Meskipun orang tua merupakan pendidik utama, namun saya yakin tidak ada satu pun orang tua yang tidak menginginkan anaknya menimba ilmu di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah. Persoalannya, kenyataan menunjukkan kepada kita bahwa tidak semua orang tua mampu menyekolahkan anaknya. Biasanya yang menjadi alasa utama adalah kemampuan financial. Sebagai langkah preventif, sebaiknya hal ini direncanakan jauh-jauh hari sebelum waktunya.

4.Bersinergi dengan guru sebagai pendidik di sekolah

Orang tua tak bisa menangani pendidikan anak sendiri. Demikian pula guru tidak mungkin mendidik anak didiknya sampai mencapi keberhasilan tertentu seorang diri. Perlu ada sinergi antara orang tua dengan guru atau sebaliknya. Secara praktis, kerjasama ini bisa dilakukan dengan cara orang tua meluangkan waktu untuk membaca agenda anaknya. Dengan begitu, ia dapat mengetahui proses pendidikan yang diikuti anaknya sekaligus mengetahui tahap demi tahap perkembangan buah hatinya. Disamping itu, orang tua juga dapat memberikan informasi kepada guru tentang anak terutama menyangkut hal-hal yang perlu diperhatikan secara khusus pada anak.

Penutup

Bagi saya, salah satu alasan Tuhan mempercayakan anak dalam suatu keluarga adalah supaya orang tua menngasuh mereka. Pola asuh orang tua menentukan seperti apa anak di masa yang akan datang. Itu sebabnya setiap pasangan suami istri bukan hanya orang tua tetapi juga babbysitter bagi anak-anak mereka sendiri.

Kiranya mencerahkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun