Beberapa hari lalu saya mengulas tentang fenomena gay dengan judul “Gay Bukan Ciptaan TUHAN” (http://sosbud.kompasiana.com/2014/09/04/kaum-penyuka-sesama-jenis-bukan-ciptaan-tuhan-672587.html) Tidak banyak orang yang membaca. Dan juga hanya satu bintang. Yang memberikan komentar pun tak banyak. Namun dalam komentar yang tak banyak itu terdapat penjelasan-penjelasan menarik. Itu sebabnya saya merangkum penjelasan-penjelasan tersebut dalam ulasan ini. Untuk memudahkan, saya sengaja menyusun ulasan ini berbentuk wawancara.
Kalau gay bukan ciptaan Tuhan, lalu ciptaan siapa?
Ciptaan manusia, tepatnya ciptaan gay itu sendiri. Itu rekayasa mereka saja.
Tapi adalah hak gay untuk mendapatkan perlakuan sama sebagai manusia tanpa syarat apapun. Artinya, kita menentang diskriminasi terhadap kaum gay. Lupa atau tidak lupa sama penciptanya adalah urusan masing-masing. Setiap orang tidak punya hak untuk menghakimi keyakinan orang lain.
Ya. Gay perlu mendapatkan perlakuan yang sama karena mereka juga manusia. Saya juga setuju tak boleh ada diskriminasi terhadap mereka. Namun karena mereka lupa kepada Tuhan, maka adalah tugas kita untuk mengingatkan mereka tentang Tuhan dan hukum-hukum-Nya. Dan dalam hal ini kesan menghakimi tak bisa dihindari.
Tulisan sebelumnya menghakimi dan diskriminatif. Betulkan?
Ungkapan hati ini tidak bermaksud mendiskriminasi siapa pun, termasuk kaum gay. Namun apabila masih saja ada orang yang beranggapan tulisan ini diskriminatif, biarlah dia beranggapan demikian. Saya menyatakan yang sebenarnya. Contohnya: si A mencuri barang B, namun aksinya itu kepergok Polisi. Kemudian Polisi mengatakan kepada si A: “Kamu pencuri!” Apakah si Polisi bertindak menghakimi dan diskriminatif? Jelas tidak! Si Polisi menyatakan yang sebenarnya bahwa si A pencuri karena memang dia mengambil barang orang lain tanpa izin pemiliknya. Begitu pula, bila saya menyatakan gay tidak menghormati Tuhan, apakah saya menghakimi dan diskriminatif? Jelas tidak! Saya menyatakan yang sebenarnya karena memang gay tidak menghormati hukum-hukum Tuhan yang artinya tidak menghormati Tuhan.
Sebenarnya menurut siapa atau apa?
Sebenarnya menurut Kitab Suci agama yang saya anut. Alkitab menjelaskan, Tuhan hanya mencipatakan laki-laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin netral. Ini ketetapan Tuhan. Apabila ada jenis kelamin netral, jelas itu bukan ciptaan Tuhan. Saya percaya, Tuhan mencipatakan laki-laki untuk perempuan dan perempuan untuk laki-laki. Hal ini merupakan orientasi sex laki-laki dan perempuan. Laki-laki haruslah tertarik dan melakukan aktivitas seksual dengan perempuan, begitu pula perempuan hanya boleh menyalurkan hasrat seksualnya dengan laki. Bila ada orang yang bertindak kontra dengan hal ini, maka orang tersebut sedang bertindak tidak sesuai dengan yang digariskan Tuhan. Apabila ada laki-laki beraktifitas seksual dengan laki-laki atau perempuan memuaskan hasrat seskualnya dengan perempuan, maka tindakan tersebut merupakan tindakan di luar ketetapan Tuhan.
Bukankah orientasi sex menyimpang itu wajar?
Wajar menurut siapa? Beberapa orang memandang hal itu wajar. Beberapa orang lagi tidak. Ingat, wajar menurut pandangan umum belum tentu wajar dalam pandangan Tuhan. Bagi saya, wajar belum tentu benar. Namun benar, pastilah wajar. Gay bukanlah sesuatu yang benar. Maka gay tidaklah wajar. Tentu ada yang bertanya, benar menurut siapa atau apa? Jelas, benar menurut Kitab Suci agama kita. Sebagai umat beragama, tentu dasar dari pemikiran, perasaan, dan tindakan kita tak boleh yang lain selain Kitab Suci. Ini standar kita. Bila kita mendasarkan aktifitas kita pada hal yang lain selain Kitab Suci, berarti kita sedang menyangkali iman kita. Atau manakala kita menggunakan hal yang lain dan Kitab Suci sebagai standar, berarti kita memegang standar ganda. Dalam kekristenan, standar ganda itu salah!
Bukankah gay sama dengan orang yang buta atau tuli?
Tidak! Ada perbedaan signifikan antara gay dengan buta atau tuli/kecacatan fisik lainnya. Seseorang menjadi gay karena kemauannya sendiri. Artinya, menjadi gay itu pilihan. Dan memang demikian sebab gay bukanlah keadaan yang tak bisa ditolak. Sedangkan kecacatan fisik merupakan keadaan yang tak bisa ditolak. Seseorang menjadi buta atau tuli atau bisu atau pincang, bukan karena ia memilih untuk menjadi seperti itu. Dalam bahasa saya, kecacatan fisik terjadi oleh karena kecelakaan. Dan kecelakaan ini terjadi oleh karena banyak faktor. Bisa karena kekurangan gizi pada saat dikandung, bisa karena jatuh, dsb. Artinya, pada peristiwa kecacatan fisik, kemauan bersifat pasif. Sementara pada gay, kemauan aktif. Bahkan orang yang cacat fisik bisa menjadi gay, sedangkan gay mana mau menyandang kecacatan fisik. Lihat, betapa kuatnya peran kemauan dalam hal ini. Bagi saya, omong kosong bila ada org yg bilang gay trjadi bukan krn kemauan mereka sendiri. Kalau bukan kemauan mereka, lalu kemauan siapa? Gay adalah keadaan yang bisa ditolak, sedangkan buta dan tuli merupakan keadaan di luar kontrol.
Lho, bukankah ada yang dilahirkan dalam keadaan orientasi sex yang menyimpang sama seperti ada orang yang dilahirkan dalam keadaan buta atau tuli atau bisu?
Pertanyaannya, dari mana kita tahu seseorang mempunyai kecenderungan sex yang menyimpang pada saat dilahirkan? Bahkan orang-orang yang ahli dalambidangnya pun akan mengalami kesulitan untuk menentukannya. Kenyataan ini jelas berbeda dengan setiap orang yang dilahirkan dalam keadaan cacat tubuh. Bahkan untuk hal ini pun tak mudah. Orang buta dan tuli jelas berbeda dengan gay. Gay lebih memprihatinkan dari org buta dan tuli. Maksud saya, menjadi gay itu pilihan. Menjadi bisu, tuli, atau buta itu kecelakaan. Untuk menjadi gay diperlukan kemauan, sedangkan untuk menjadi buta, tuli, atau bisu jelas tidak diperlukan kemauan sebab tak ada orang yang mau jadi cacat. Itu sebabnya, anak-anak perlu diajarkan tentang jenis kelamin dan orientasi sex sejak dini supaya mereka tahu dengan jelas. Setiap orang yg memiliki pemahaman yg benar tentang Tuhan akan menolak keadaan menjadi gay Sebagai suatu keadaan yg tak dikehendaki. Tidak Ada org yg dilahirkan dlm keadaan sebagai gay!!! Itu sebabnya saya bilang, menjadi gay adalah rekayasa manusia saja. Maka tak berlebihan bila saya mengatakan gay bukan ciptaan Tuhan.
Tapi, kenyataannya ada orang yang dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan namun mempunyai perasaan yang berbeda dengan jenis kelaminnya itu sehingga ia bertindak secara kontra dengan jenis kelaminnya itu?
Nah, ini salah satu persoalannya. Banyak orang bertindak tidak sesuai dengan apa yang ada di antara kedua pahanya. Mereka lebih mengikuti perasaannya. Bila yang ada di antara kedua pahanya adalah penis, namun yang mereka rasakan tidak sejalan dengan jenis kelaminnya itu, maka mereka akan berlaku layaknya perempuan. Begitu pula yang terjadi bila yang ada di antara kedua pahanya adalah vagina. Jelas fenomena semacam ini salah! Laki-laki ditentukan berdasarkan ‘sesuatu’ yang ada di antara kedua pahanya. Hal yang sama pula diterapkan pada saat menentukan seorang perempuan. Bukan berdasarkan perasaan. Menentukan jenis kelamin berdasarkan perasaan bukan hanya salah, tetapi salah besar! Sebab setiap orang, baik laki-laki dan perempuan, pastilah mempunyai perasaan yang berbeda dengan jenis kelaminnya. Laki-laki pasti memiliki perasaan perempuan, tetapi tidak dominan. Demikian pula perempuan mempunyai perasaan laki-laki namun tidak dominan pula. Keadaan semacam ini menegaskan betapa pentingnya sex education untuk anak sejak dini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H