Mohon tunggu...
Daniel Yonathan Missa
Daniel Yonathan Missa Mohon Tunggu... Administrasi - Anak kampung

Saya anak kampung yang kampungan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Punishment untuk Peserta Didik

4 September 2014   00:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:42 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya kira, salah satu cara mendisiplinkan dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik adalah dengan memberikan hukuman (punishment) kepada peserta didik yang melakukan kesalahan. Apakah ini berarti pendidik memperoleh legitimasi untuk memberikan hukuman kepada peserta didik? Ya! Dalam batasan tertentu. Maksud saya, hukuman yang diberikan hendaknya hukuman yang mendidik alias tidak asal. Faktanya, pemberian hukuman kepada peserta didik sering menimbulkan persoalan dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu sebabnya, hukuman yang diberikan sama sekali tidak mengedukasi peserta didik. Nah, dalam pertemuan kita kali ini, hukuman yang mendidik menjadi fokus obrolan kita.

Arti

Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa, dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya (Amin Danien Indrakusuma, 1973). Sementara menghukum adalah memberikan atau mengadakan nestapa/penderitaan dengan sengaja kepada anak yang menjdai asuhan kita dengan maksud supaya penderitaan itu betul-betul dirasainya untuk menuju ke arah perbaikan (Suwarno, 1981).

Kita semua tahu, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tidak akan lepas daripada bagaimana mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Dalam hal ini diperlukan teknik yang tepat agar dapat membantu dalam upaya mencapai tujuan. Dan salah satu teknik yang sering kita temui adalah hukuman. Sebenarnya, pemberian hukuman kepada peserta didik, masih terus diperdebatkan oleh karena hukuman tidak saja merupakan alat pendidikan korektif tetapi juga represif yang bertujuan menyadarkan peserta didik kepada hal-hal yang benar atau yang tertib. Disebut represif karena diadakan bilamana terjadi suatu perbuatan yang dianggap bertentangan dengan tata tertib atau perbuatan yang melanggar aturan. Sedangkan disebut korektif karena diterapkan pada saat terjadi ketidaktepatan terhadap suatu informasi.

Sejatinya, hukuman tidak asal diberikan. Hukuman hendaknya diberikan dengan prinsip “punitur, quia peccatum est” (dihukum karena telah bersalah), dan prinsip “punitur, ne peccatum”, dihukum agar tidak lagi berbuat kesalahan (M. J. Langeveld, 1995). Prinsip-prinsip ini mengarahkan kita pada dua titik pandang: pertama, hukuman sebagai akibat dari pelanggaran atau kesalahan. Titik pandang ini merupakan upaya meninjau kembali apa yang telah dilakukan di masa yang lampau. Kedua, hukuman sebagai titik tolak untuk mengadakan perbaikan. Kalau titi pandang pertama merupakan tinjauan kepada masa lampau, maka titik pandang kedua mempunyai sudut tinjau ke depan atau ke masa yang akan datang

Tingkatan Hukuman

Pada prakteknya, hukumandiberikan berdasarkan tingkatan:

1.Asosiatif, dimana hukuman yang diberikan dapat menimbulkan asosiasi dengan kealahan anak didik.

2.Logis, ada hubungan logis dengan kesalahan anak didik. Hanya diberikan kepada anak-anak yang sudah cukup memahami hubungan sebab akibat.

3.Moril, dimana anak didik tidak hanya sekedar menyadari hubungan logis antara kesalahan dengan hukuman tetapi juga dapat menggugah nurani anak didik sehingga ia menerima hukuman sebagai konsekuensi yang harus diterimanya.

Bentuk Hukuman

Nah, konkritnya, seperti apakah hukuman yang mendidik itu?

1.Hukuman verbal, yaitu hukuman yang diberikan tanpa dirasakan secara fisik oleh peserta didik. Teguran merupakan hukuman verbal yang paling sering diberikan. Meski tidak dirasakan oleh peserta didik namun, terbukti, teguran cukup efektif dalam memperbaiki kesalahan peserta didik. Disamping itu, ada juga sindiran dan kecaman, serta celaan akan tetapi sindiran, kecaman, dan celaan tidak efektiv malah dapat menimbulkan rasa putus asa dalam diri peserta didik. Akibatnya, motivasi belajar peserta didik menjadi lumpuh.

2.Hukuman Nonverbal, yaitu hukuman dapat dirasakan oleh peserta didik seperti pemberian tugas. Tugas yang diberikan pun hendaknya memehuni asas dapat dijangkau, tidak terlalu sulit atau tidak memberatkan. Tugas yang tidak terjangkau, terlalu sulit dan memberatkan hanya akan menimbulkan motivasi belajar yang rendah.

Ciri Khas Hukuman Yang Mendidik

§Salah satu ciri khas dari hukuman yang mendidik adalah relevan. Kita tahu, hukuman fisik tidak lagirelevan, selain karena dilarang juga karena dapat menimbulkan trauma mendalam bagi peserta didik.

§Hukuman yang mendidik juga tidak boleh membuat malu peserta didik. Selain karena dapat menimbulkan dendam, juga karena bepotensi membuat peserta didik melakukan kesalahan yang lebih besar.

§Selanjutnya, hukuman yang mendidik tidak menutup partisipasi pendidik dalam upaya memperbaiki kesalahan. Dalam hal ini, pendidik tidak hanya memberi nasehat, memberitahukan kesalahan peserta didik, tetapi juga membimbing peserta didik untuk memperbaiki kealahannya.

§Akhirnya, hukuman yang mendidik haruslah hukuman yang dapat menimbulkan efek jera, bukan sakit hati.

Dua Sisi Punishment

Saya kira kita tidak lupa bahwa, hukuman memiliki sisi positif dan negatif. Secara positif, hukuman dapat meningkatkan motivasi belajar dan kedisiplinan pesertadidik. Disamping itu, peserta didik juga akan terbentuk sebagai pribadi yang mempertimbangkan sesuatu hal secara matang sebelum melakukannya.

Sedangkan secara negatif, hukuman dapat melumpuhkan motivasi belajar peserta didik apabila bentuk hukumannya tidak mendidik, tidak memberdayakan kreatifitas, membuat anak didik menjadi minder, dan dapat menimbulkan traumatik terhadap perkembangan peserta didik.

Praktek Pemberian Hukuman

Kita tahu, hukuman bisa diberikan dalam bentuk isyarat (mimik muka, simbol, dsb), kata-kata (teguran, dsb.), dan perbuatan (pemberian tugas, dsb). Hukuman yang mendidik mencakup ketiga hal ini. Jika dengan isyarat peserta didik menyadari dan memperbaiki kesalahannya, maka teguran dan perbuatan tidak diperlukan. Namun jika isyarat tidak cukup mampu, maka teguran diperlukan. Begitu pula manakala teguran tidak bisa mengatasi perilaku peserta didik, maka hukuman dalam bentuk perbuatan perlu diterapkan.

Kiat

Bukan karena pendidik berhak memberikan hukuman kepada peserta didik, maka pendidik bisa memberikan hukuman sesuka hati. Pendidik tetap harus memperhatikan syarat-syarat pemberian hukuman:

1.Diberikan dalam jalinan kasih sayang. Hukuman diberikan bukan karena ingin menyakiti, melampiaskan dendam kepada anak didik, melainkan demi kebaikan, kepentingan, dan masa depan anak didik.

2.Diberikan berdasarkan alasan ketiadaan alat pendidikan yang bisa dipergunakan lagi. Artinya, hukuman hanya diberikan pada saat betul-betul diperlukan alias sebagai alternatif terakhir.

3.Diberikan sesuai dengan kesalahan, umur anak didik dan disertai dengan pemberian maaf.

4.Diberikan dengan tidak meniadakan penjelasan mengapa hukuman diberikan. Ini bertujuan untuk membentuk karakter anak didik sekaligus sebagai langkah preventif terhadap kemungkinan timbulnya rasa benci anak didik kepada pemberi hukuman.

5.Tidak boomerang. Ini penting! Pendidik perlu memperhatikan setiap bentuk hukuman yang diberikan kepada peserta didik agar pendidik tidak terseret masalah hukum karena melanggar hak azasi anak didik atau hukum.

Penutup

Hukuman berperan penting dalam membangkitkan motivasi belajar dan disiplin peserta didik. Namun tidak semua hukuman mampu melakukan hal itu, hanya hukuman yang mendidik! Dan hukuman yang mendidik adalah hukuman yang tidak lepas dari rasa kasih sayang dan perkembangan psikis peserta didik. Hukuman yang mendidik membuka peluang bagi anak untuk mengetahui kesalahannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun