Bahwa lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2016 sebagaimana disebutkan diatas sangat bertentangan dengan ketentuan pasal 2 undang-undang perkawinan dan pasal 7 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan kompilasi hokum islam.
Bahwa berdasarkan point 1 maka dipandang perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap pasal tersebut agar solusi yang telah dihadirkan oleh Negara bagi mereka yang berstatus kawin tidak tercatat melalui pasal 7 INPRES 1/1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat dilaksanakan agar hal ini tidak menciderai amanah undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 dan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2).
Landasan pikir penulis mengeluarkan pendapat ini didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Kementerian Agama. Presiden menyampaikan melalui peraturan tersebut bahwa Kementerian Agama diberikan tugas untuk membantu Presiden menyelenggarakan Pemerintahan dibidang Agama. Salah satu bidang Agama yang menjadi tugas Kementerian Agama adalah Perkawinan. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam PP 9/1975 disebutkan bahwa bagi muslim jika ingin melaksanakan perkawinan maka pencatatan perkawinannya melalui Kantor Urusan Agama dan bagi Non Muslim di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Berdasarkan argument tersebut maka penulis memahami bahwa kewenangan mengurus Perkawinan dalam hal ini pencatatan perkawinan adalah kewenangan Kementerian Agama.