Sastra dan masyarakat memiliki hubungan timbal balik yang mendalam, di mana karya sastra sering kali mencerminkan realitas sosial sekaligus memengaruhi pandangan pembacanya. Misalnya, novel atau puisi dapat menyampaikan kritik terhadap ketidakadilan sosial yang ada di sekitarnya.Â
Bagaimana sastra mampu mencerminkan dan memengaruhi masyarakat? Untuk memahami hubungan ini, kita bisa menggunakan teori sosiologi sastra, khususnya pandangan Pierre Bourdieu tentang "medan" dan "modal kultural."
Pembahasan Teori Sosiologi Sastra:
1.Teori Pilihan: Pierre Bourdieu Pierre Bourdieu dikenal dengan konsep "medan" (field) dan "modal kultural" (cultural capital) dalam sosiologi sastra. Menurutnya, dunia sastra adalah medan sosial di mana berbagai aktor (penulis, penerbit, kritikus, pembaca) memiliki peran dan kepentingan masing-masing. Di medan ini, penulis berusaha untuk memperoleh modal kultural, yang mencakup pengakuan, penghargaan, dan status di masyarakat.
2.Penjelasan Konsep Teori dalam Konteks Sederhana: Dalam konteks sastra, medan dapat dianggap sebagai "arena" persaingan untuk pengaruh dan pengakuan. Contohnya, seorang penulis yang mendapat penghargaan sastra besar seperti "Penghargaan Sastra Khatulistiwa" mungkin memiliki modal kultural yang tinggi, yang memungkinkan karyanya lebih dihargai dan memengaruhi masyarakat lebih luas. Hal ini menggambarkan bagaimana sastra tidak hanya tentang seni, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai struktur sosial.
Studi Kasus:
1.Karya Sastra Pilihan: Novel "Laskar Pelangi" oleh Andrea Hirata Novel ini mengangkat tema sosial yang kuat, yaitu ketidaksetaraan dalam akses pendidikan di Indonesia. Melalui kisah anak-anak dari keluarga miskin di Belitung yang gigih mengejar pendidikan, Andrea Hirata menyampaikan kritik terhadap ketidakadilan sosial yang masih banyak terjadi di Indonesia.
2.Analisis:
~Konteks Sosial: Novel ini mencerminkan realitas sosial tentang ketimpangan pendidikan di daerah pedalaman Indonesia.
~Tokoh dan Konflik: Tokoh Lintang, seorang anak cerdas dari keluarga miskin, menghadapi berbagai hambatan dalam mengejar impiannya. Konflik ini menunjukkan bagaimana individu sering kali terhambat oleh keterbatasan sosial dan ekonomi.
~Alur Cerita dan Kritik Sosial: Alur cerita yang menunjukkan perjuangan dan pengorbanan para tokoh mencerminkan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan daerah terpencil dalam hal pendidikan.Penutup: Dalam "Laskar Pelangi", Andrea Hirata tidak hanya menyajikan kisah inspiratif, tetapi juga berhasil mengungkapkan ketidaksetaraan sosial yang ada di masyarakat.Â
Melalui teori Pierre Bourdieu, kita dapat melihat bahwa sastra bukan sekadar hiburan, tetapi juga alat refleksi sosial yang kuat. Karya sastra seperti ini mendorong pembaca untuk menyadari pentingnya akses pendidikan yang setara, sekaligus memberikan dorongan bagi perubahan sosial yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Bourdieu, Pierre. The Field of Cultural Production: Essays on Art and Literature. New York: Columbia University Press, 1993.
Hirata, Andrea. Laskar Pelangi. Jakarta: Bentang Pustaka, 2005.
Susen, Simon, dan Bryan S. Turner. The Legacy of Pierre Bourdieu: Critical Essays. London: Anthem Press, 2011.
Swartz, David. Culture and Power: The Sociology of Pierre Bourdieu. Chicago: University of Chicago Press, 1997.
Wacquant, Loc J. D. "Toward a Social Praxeology: The Structure and Logic of Bourdieu's Sociology." An Invitation to Reflexive Sociology, oleh Pierre Bourdieu dan Loc J. D. Wacquant. Chicago: University of Chicago Press, 1992.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H