Sejak bulan Maret lalu suasana Ma'had Sunan Ampel Al-'Ali (MSAA) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berubah menjadi suasana suka ria karena seluruh mahasantri pada akhir bulan Mei akan dipersilahkan untuk angkat kaki dari mabna masing-masing, dan jika ingin tetap tinggal di MSAA maka mahasantri tersebut di wajibkan untuk mendaftarkan diri sebagai musyrif atau musyrifah untuk mengabdikan diri pada MSAA. Kegiatan mahasantri yang terkenal sangat padat akan diakhiri pada pekan terakhir sebelum datangnya bulan suci Ramadhan, mulai dari pengabsenan sholat jama'ah, shobahul lughoh, tashih Al-Qur'an, ta'lim Al-Qur'an, ta'lim afkar, muhadloroh, dan lain sebagainya.
Dengan adanya kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh seluruh mahasantri, maka mau tidak mau mereka harus melaksanakannya demi kenyamanan hidup mereka, mengapa penulis mengatakan kenyamanan hidup mereka? Karena ketika kita tidak mengikuti kegiatan yang telah dijadwalkan, maka kita akan terkena suatu hukuman atau yang lebih dikenal dengan iqob, dimana iqob ini akan sangat mengganggu kenyamanan hidup mahasantri yang kebetulan sedang beruntung mendapatkan iqob. Salah satu kegiatan yang wajib dilakukan oleh mahasantri yaitu tashih Al-Qur'an, dimana mahasantri diwajibkan setoran mengaji kepada mushahhih atau mushahhihah yang telah ditetapkan, dalam suatu kurun waktu mahasantri diwajibkan bertatap muka (setoran) sebanyak n kali dan banyak tatap muka yang ditentukan haruslah dipenuhi oleh mahasantri, ketika tidak dipenuhi maka mahasantri tersebut akan terancam tidak boleh mengikuti UTS maupun UAS. Dengan adanya kewajiban setoran ini, maka secara tidak langsung minimal setiap hari mahasantri mengaji Al-Qur'an sebanyak satu kali, karena target maksimal tiap minggu hanyalah lima kali tatap muka.
Kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan selama kurang dari satu tahun ini diharapkan tidak luntur ketika mahasantri sudah keluar dari MSAA, dimulai dari sholat tepat waktu, sholat berjamaah, mengaji (membaca Al-Qur'an), dan lain sebagainya. Mengingat lingkungan baru yang akan ditempati oleh mahasantri merupakan lingkungan yang berbeda-beda mulai dari kost, kontrakan, pondok pesantren, ataupun rumah sendiri bagi yang rumahnya dekat. Dimana lingkungan tersebut (kecuali pondok pesantren) akan dirasa lebih bebas daripada ketika tinggal di MSAA. Semoga bermanfaat dan terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H