Mahalnya biaya pendidikan tinggi masih dirasa memberatkan masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi mahalnya biaya pendidikan tinggi adalah menetapkan tidak ada kenaikan uang kuliah (SPP) dan menggunakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada perguruan tinggi negeri yang mulai berlaku mulai tahun akademik 2012/2013.
Untuk mengatasi masalah tersebut serta untuk menjaga kelangsungan proses belajar mengajar di perguruan tinggi negeri, pemerintah meluncurkan program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dengan memberikan bantuan dana penyelenggaraan kepada perguruan tinggi negeri. Program BOPTN bertujuan untuk menutupi kekurangan biaya operasional di perguruan tinggi. Untuk memberikan panduan dalam penggunaan dana BOPTN maka perlu disusun Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri.
Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) merupakan bantuan biaya dari Pemerintah yang diberikan pada Perguruan Tinggi Negeri untuk membiayai kekurangan biaya operasional yang sesuai dengan standar pelayanan minimum. Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) diperuntukkan bagi biaya operasional pendidikan termasuk untuk penelitian, yang langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan mutu lulusan namun terkendala jika seluruhnya dipungut kepada mahasiswa
Tujuan pemberian BOPTN adalah agar sebagian besar biaya operasional perguruan tinggi tidak menjadi beban mahasiswa yang daya belinya tidak cukup untuk membayar standar biaya operasional sesuai SPM. Bagi perguruan tinggi yang telah mencapai SPM, menjaga agar SPP perguruan tinggi tidak naik, dan BOPTN ini dapat digunakan untuk menutup kebutuhan akan biaya operasional perguruan tinggi.
Namun dalam pelaksanaan banyak sekali isu-isu yang terkait BOPTN. Isu yang berkembang belakangan ini adalah Pemerintah membuat kebijakan dengan menurunkan anggaran BOPTN untuk perguruan tinggi negeri. Sebagai mahasiswa kita harus menanggapi permasalahan in dengan bijak. Banyak pihak yang melihat kebijakan ini sebagai sebuah bencana. Kita tentu mengetahui dampak negatif dari penuruan anggaran BOPTN ini adalah yang paling disoroti tentu naiknya biaya UKT bagi mahasiswa baru nanti. Bayangkan dengan semakin mahalnya biaya kuliah , namun tidak diiringi dengan peningkatan kualitas. Hal ini tentu bisa meningkatkan gejolak kebingungan mahasiswa terhadap carut marut isu BOPTN ini. Alasan pemerintah untuk menurunkan BOPTN bukannya tanpa alasan.Salah satu alasan pemerintah dalam mengurangi anggaran BOPTN ini adalah karena pemerintah mengalokasikan biaya tersebut untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur, khusunya di Indonesia bagian timur.
Pertama saya akan menyoroti dampak negatif dari penurunan anggaran BOPTN tersebut. Hal ini tentu menjadi sebuah dilema baru dalam dunia peguruan tinggi,apalagi sampai ada yang ingin berhenti kuliah karena besarnya UKT. UKT yang diharapkan menjadi sebuah solusi justru semkin menjadikan sebuah problem baru untuk dunia pendidikan di Indonesia. Padahal fungsi dan tujuan adanya UKT adalah untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan perguruan tinggi negeri di Indonesia. Sangat di sayangkan jika UKT menjadi momok baru bagi mahasiswa yang benar benar ingin melanjutkan perguruan tinggi di Indonesia. Potret pendidikan Indonesia yang selalu salah kaprah dalam mengambil kebijakan.
Sebagai mahasiswa pun kita harus berfikir bijak. Kita mesti melihat suatu kebijakan dari berbagai sudut pandang. Jika memang kebijakan ini sangat merugikan kita sebagai mahasiswa, namun berbanding terbalik dengan saudara-saudara kita yang ada di Indonesia bagian timur. Pemerintah berdalih akan mengalokasikan dana BOPTN tersebut untuk pembangunan infrastruktur,khusunya di Indonesia bagian timur. Kita yang tinggal di daerah perkotaan tentu sudah tidak asing dengan wifi, proyektor, LCD TV, ruang ber-AC yang tentunya semua ini sangat membantu menunjang proses belajar kita. Namun pernahkah kalian menengok sedikit bagaimana nasib saudara-saudara kita yang berada di pelosok? Bahkan untung mencapai sekolah saja harus menantang maut dengan menyebrangi sungai yang sangat deras, sungguh miris.
Untuk itu kita sebagai mahasiswa, sebagai agent of change harus bijak dalam menanggapi sesuatu. Sebuah kebijakan pasti dan dapat negatif dan positif. Segala sesuatu hal yang dirasa janggal tidak harus melulu ditanggapai dengan emosi. Cukup intropeksi diri sendiri terlebih dahulu. Kita jangan hanya jadi generasi penuntut, tetapi juga bisa harus memberikan langkah kongkritnya juga. Saya harap kalian bisa meresapi tulisan saya ini dengan pikiran yang terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H