Tahun ajaran 2020/2021 kini sudah menginjak bulan ketiga di Era New Normal. Di era New Normal seperti saat ini berapa sekolah di zona hijau dan zona kuning ada yang sudah membuka kembali pembelajaran secara tatap muka meski dengan menerapkan sistem shift. Sementara sekolah di zona merah, belum diizinkan untuk membuka pembelajaran secara tatap muka oleh pihak pemerintah setempat.
Hampir satu bulan saya melaksanakan Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) II di salah satu sekolah yang ada di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Tentunya pelaksanaan PLP II ini dilaksanakan dengan skema daring.
Awal September lalu rencananya sekolah tempat saya ber-PLP II akan membuka kembali pembelajaran secara tatap muka. Surat persetujuan orang tua sudah diedarkan di bulan sebelumnya. Namun, perizinan dari pihak kecamatan masih ditunggu oleh pihak sekolah. Pada akhirnya, pembelajaran tatap muka yang sebelumnya sudah direncanakan gagal dilaksanakan karena pertambahan jumlah kasus covid-19 di daerah setempat.
Saya dan rekan-rekan mahasiswa lainnya tetap melaksanakan PLP-II secara daring dari rumah. Mulai dari bimbingan pembuatan RPP, bahan ajar, pembuatan soal, mengajar, dan yang lainnya dilakukan secara online dari rumah. Walau begitu, kami tetap mendapat kesempatan untuk menggali ilmu dan pengalaman di sekolah seminggu dua kali atau sedikitnya satu kali.
Di minggu keempat pelaksanaan PLP-II, kami berkesempatan untuk melihat dan mempelajari teknis pelaksanaan Penilaian Tengah Semester (PTS) yang dilaksanakan secara online melalui web sekolah. Kamipun diminta untuk datang ke sekolah.
Sambil menunggu pelaksanaan PTS yang dijadwalkan pukul 3.00 WIB untuk mata pelajaran matematika, kami memeriksa hasil ulangan harian siswa bersama guru pamong. Saat-saat seperti inilah kami bisa terus menggali ilmu dari guru pamong yang sudah berpengalaman dalam mengajar.
"Neng begini ya, jangan bangga ketika siswa tidak bisa mengerjakan soal," ujar guru pamong kami.
Aku sedikit mengernyitkan dahi karena bingung apa maksud dari perkataan guru pamong kami tersebut. Guru pamong kami pun melanjutkan, "Jangan hanya karena siswa tidak bisa mengerjakan soal, terus kita merasa pintar karena bisa membuat soal-soal yang tidak mudah dipecahkan."
Barulah saya paham.
Sebagai seorang guru kita harus tahu kondisi di lapangan. Tingkat kemampuan dan cara belajar siswa berbeda-beda. Bahkan, soal yang cukup mudah pun masih dianggap susah oleh siswa. Itulah sebabnya kita harus menanamkan prinsip dan konsep dari materi yang kita ajarkan.
Beliau juga menuturkan bahwa ketika nilai siswa kecil, jangan mudah menyalahkan siswa. Langkah awal yang perlu kita lakukan adalah dengan mengoreksi diri sendiri. Sudah benarkah cara mengajar kita. Sudah tepatkah teknik-teknik yang kita gunakan dalam mengajar. Kesalahan itu bisa datang dari diri kita sendiri. Oleh karena itu, kita perlu memilih teknik-teknik yang tepat agar siswa paham dan hasil belajarnya pun bagus.