khalifah ketiga dalam sejarah Islam, kepemimpinan umat Islam berganti ke tangan Ali bin Abi Thalib. Masa kepemimpinan Ali ini tidak luput dari berbagai konflik dan pergolakan yang mengancam persatuan umat Islam. Dalam artikel ini, kita akan mendalami penyebab-penyebab terjadinya konflik kepemimpinan pada masa Ali bin Abi Thalib serta konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.
Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan,Latar Belakang Konflik
Terbunuhnya Utsman bin Affan mengakibatkan ketegangan dalam umat Islam. Banyak pihak yang menuduh Utsman tewas akibat konspirasi, dan mereka menuntut agar pembunuhnya dihukum. Di sisi lain ada pula kelompok yang berusaha melindungi pembunuh Utsman. Dalam situasi yang tidak menentu ini, Ali bin Abi Thalib akhirnya terpilih menjadi khalifah keempat.
Penyebab Konflik Kepemimpinan
Perbedaan pandangan politik dan ideologiÂ
Pada masa kepemimpinan Ali, terdapat beberapa kelompok besar yang memiliki pandangan berbeda mengenai arah politik dan ideologi yang harus diterapkan. Kelompok Khawarij menginginkan sistem pemerintahan yang lebih puritan dan ketat seperti menolak keputusan arbitrase (tahkim) yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah I untuk mengakhiri perang Siffin. Mereka menolak sistem monarki atau dinasti yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Dan juga kelompok Khawarij dikenal memiliki pandangan yang sangat radikal dan militan. Mereka tidak segan-segan menentang dan melawan siapa pun yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam murni, termasuk Khalifah Ali sendiri.
Sementara kelompok Muawiyah, gubernur Suriah ini tentunya berbeda dengan pemerintahan khawarij. Yaitu, Muawiyah lebih mengedepankan pendekatan pragmatis dalam politik. Ia tidak ragu untuk melakukan kompromi-kompromi demi mempertahankan kekuasaannya di Suriah. Muawiyah juga berupaya mengubah sistem pemerintahan Islam menjadi monarki turun-temurun, dengan dirinya sebagai dinasti pertama. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan yang diterapkan oleh khalifah dan khawarij.
Dendam atas kematian UtsmanÂ
Banyak pihak yang menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman, meskipun Ali sendiri menyatakan tidak terlibat. Tuduhan ini memicu dendam dan permusuhan terhadap Ali dari kalangan pendukung Utsman. Kelompok yang setia dan mendukung Utsman, terutama di Syam (Suriah) yang dikuasai Muawiyah, merasa bahwa Ali bertanggung jawab atas kematian Utsman. Mereka menuntut agar pembunuh Utsman dihukum. Serta menjadi salah satu alasan utama bagi Muawiyah untuk menolak bai'at (sumpah setia) kepada Ali sebagai khalifah baru. Muawiyah menuntut agar Ali lebih dulu menghukum pembunuh Utsman sebelum ia menerima kepemimpinan Ali.
Ambisi kekuasaan
Beberapa pihak, seperti Muawiyah, diduga memiliki ambisi untuk merebut kekuasaan dari Ali. Mereka mencari-cari kesempatan untuk menjatuhkan Ali dan mengambil alih kepemimpinan umat Islam. Dikarenakan Muawiyah memegang kendali atas wilayah Suriah sebagai gubernur. Ia merasa memiliki kekuatan militer dan dukungan politik yang cukup kuat di wilayah tersebut untuk mengambil alih kepemimpinan kekhalifahan.
Konsekuensi Konflik Kepemimpinan
Dari sebab konflik kepemimpinan Ali bin Abi thalib, maka terjadilah beberapa konsekuensi dari konflik kepemimpinan tersebut
Perang Siffin
 Salah satu konflik besar yang terjadi adalah Perang Siffin antara pasukan Ali dan pasukan Muawiyah. Perang ini berakhir dengan arbitrase yang tidak memuaskan kedua belah pihak, semakin mempertajam perpecahan di kalangan umat Islam.
Kemunculan Khawarij
Kelompok Khawarij, yang semula merupakan pendukung Ali, kemudian memisahkan diri dan menyatakan Ali dan Muawiyah sama-sama telah menyimpang dari ajaran Islam. Kelompok ini kemudian menjadi ancaman tersendiri bagi stabilitas politik umat Islam.
Terpecahnya umat Islam
Konflik kepemimpinan di masa Ali bin Abi Thalib pada akhirnya memicu perpecahan yang sangat dalam di kalangan umat Islam. Hal ini menjadi cikal bakal munculnya aliran-aliran dan mazhab-mazhab Islam yang berbeda-beda hingga hari ini.
Kesimpulan