Saya membuka facebook hari ini dan melihat ada sebuah berita yang diambil dari Kompas TV dan Kompas.com menjadi perbincangan yang hangat di medsos yang isinya adalah tentang sebuah aturan dari suatu pemerintah daerah yang melarang pedagang makanan dan minuman untuk berjualan di siang hari selama bulan Ramadhan.
Sekilas aturan itu kedengaran sangat bijaksana dan baik karena alasan menghormati kita kita yang sedang menjalankan puasa Ramadhan. Tetapi setelah saya lihat cuplikan berita itu di kompas TV saya merasa aturan itu sebaiknya dikaji ulang.
Dengan alasan solidaritas terhadap kami yang sedang berpuasa petugas merazia dan menyita makanan dan minuman “milik” pedangang yang berjualan di siang hari, seperti yang terlihat di gambar mereka pindahkan makanan makanan itu dari lapak pedangang ke kantong plastik. Selanjutnya pertanyaan saya adalah mau dibawa kemana semua makanan itu?
Terlepas dari itu semua, bila aturan itu dibuat untuk alasan solidaritas terhadap kita yang berpuasa, pertanyaan saya adalah apakah kita tidak dituntunt juga solidaritas kita terhadap orang orang yang “tidak punya kewajiban “ berpuasa? Karena negara kita bukanlah negara Islam yang di bulan Ramadhan semua orang mempunyai kewajiban berpuasa, selain itu puasa juga “tidak” wajib bagi umat Islam yang sakit, bayi dan balita, wanita yang sedang haid dan nifas, orang lanjut usia. Jadi menurut pendapat saya bapak bapak yang terhormat perlu mengkaji ulang aturan di atas.
Hakikat dari puasa adalah menekan hawa nafsu (nafsu apapun termasuk nafsu makan) kita umat Islam selama satu bulan di bulan Ramadhan dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Nah apa sulitnya kita berpuasa kalau keadaan di sekeliling kita dikondisikan untuk membuat kita tidak tergoda. Mana ujian bagi orang yang berpuasa?
Saya seoarng muslimah dan saya saat ini sedang menjalankan puasa Ramadhan di Moscow Russia yang jelas beda sekali budayanya dengan kita. Puasa Ramadhan tahun ini adalah puasa terlama buat umat muslim di Russia karena tanggal 20 Juni nanti adalah puncak dari musim panas sehingga siang hari lebih panjang dari malam hari. Selain itu karena ini adalah musim panas, kafe-kafe dan restoran di kota Moscow mengeluarkan kursi-kursi mereka di teras sehingga penggunjung kafe dan restoran bisa makan dan minum di teras sambil menikmati musim panas. Akibatnya bagi saya adalah bila saya keluar dari rumah, saya dengan sangat jelas bisa melihat mereka makan dan minum di depan mata saya, apalagi puasa saya durasinya lebih lama dari puasa di Samarinda kota tempat tinggal saya sebelumya yaitu sekitar 19 jam lebih, jadi tidak mungkin bagi saya tidak keluar rumah saat berpuasa untuk menghindari godaan itu. Apakan itu membuat saya menjadi membatalkan puasa saya dan tergoda untuk ikut makan dan minum seperti mereka? Jawaban saya adalah “TIDAK”. Karena itulah ujian bagi saya.
Sebagai manusia hendaknya kita saling menghormati dan menghargai keberagaman dan perbedaan diantara kita, sehingga kehidupan di dunia ini menjadi indah dan damai.
( ATIK FIFA YANTI, seorang ibu dan istri yang mendampingi suami yang bertugas mengajar di Sekolah Indonesia Moscow )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H