Mohon tunggu...
Atika Rahma F
Atika Rahma F Mohon Tunggu... -

simple

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Sepotong Hati untuk Ibunda

22 Desember 2013   10:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:38 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ibu, dapatkah kaupenuhi satu permintaanku? Tetaplah tinggal bersama Ayah dan mari kita saling merengkuh hidup bersama-sama. Mengarungi luas samudera dengan kapal kita sendiri. Bukankah tiada yang lebih indah dari sebuah kebersamaan?

Selama hidup, aku tak pernah menyadari arti penting dari hari ini. Bukan, Ibu. Bukan maksudku untuk mengabaikan semua yang menjadi sebuah penghormatan untukmu. Namun bukankah hari-hari lainnya akan selalu sama? Akan selalu ada hari ibu untuk Ibuku. Setiap hari adalah hari ibu. Harimu, Ibu.

Namun berkali-kali, maafkanlah anakmu ini. Yang selalu tak berhasil menggurat senyum bahagia di sudut bibirmu yang acapkali tersenyum kecut karena kegelisahanmu. Aku selalu tak berhasil menyejukkan hatimu yang seringkali tergores karena kesalahan yang dengan sengaja kutujukan untukmu.

Maafkan aku, Ibu.

Bu, dari sekian juta detik kita saling menghela napas dengan udara yang sama. Saling merindu di bawah naungan langit yang sama. Saling bercengkerama dengan diaroma indahnya fatamorgana ibukota, bukankah seharusnya kita saling bertukar cerita?

Mengapa mulutku seketika bungkam jika berbicara tentang cinta?

Ibu, apakah aku masih tetap gadis kecilmu? Jika benar, mengapa lantas kumalu jika mulutku harus bercerita tentang bahagia dan air mata yang kudapat dari cinta lain—selain darimu, juga dari Ayah? Bukankah cinta yang semacam itu sudah menjadi retorika? Bukankah selayaknya hal itu hanyalah hal biasa?

Namun cinta ini, bukanlah sama seperti apa yang kudapat darimu. Cinta yang ini, akan lebih memberiku air mata daripada senyum bahagia seperti apa yang kauguratkan dalam keikhlasan hatimu. Aku berhasil terkelabui oleh mereka, Ibu. Mereka berkata cinta akan selalu membahagiakan. Namun nyatanya cinta membekaskan duka pada hati yang semakin banyak menggores nganga luka.

Katakan padaku, Ibu, mengapa cinta harus berakhir menyakitkan? Juga mengapa harus ada perpisahan bila pertemuan begitu manis terasa? Segalanya tak mudah kuketahui, mungkin dengan cinta kasihmu, Ibu—tempatku mencari-cari jawaban atas perasaan yang terluka perlahan-lahan. Tempatku mencari penerang bila perlahan duniaku berubah temaram.

Karena kau lentera hidupku.

Ah, Ibu. Apakah aku ini sudah dewasa? Bukankah dalam suatu waktu akan kulalui hidup tanpamu? Anakmu akan berlabuh, menyisir bahtera hidup menuju pelabuhan baru. Tuhan menjanjikan setiap makhluknya untuk saling berpasang-pasangan. Bukankah artinya aku akan mendapatkan pasangan dalam hidupku? Aku akan merengkuh hidup baru bersama pasanganku—orang yang Tuhan pilihkan untukku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun