Ruang terbuka Perkotaan merupakan salah satu indikator penting dalam Sustainable Development Goals (SDS's) 11; Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan yang memiliki target menjadikan Kota dan Pemunikan inklusif, aman, Tangguh, dan berkelanjutan. Ruang terbuka perkotaan yang dimaksud ialah lahan terbangun berupa ruang publik, jalan serta ruang di sekitar jalan di Kawasan perkotaan. Sementara Kawasan perkotaan yang dimaksud adalah kawasan yang ada kegiatan ekonomi aeperti perdagangan dan jasa serta luas kawasannya tidak terbatas dalam batas administrative. Ruang terbuka pada kawasan perkotaan seperti taman, jalur hijau, dan alun-alun kota sebagai tempat rekreasi, interaksi sosial, serta mendukung Kesehatan fisik dan mental masyarakat sekitar. Peran dari ruang terbuka sebagai mitigasi perubahan iklmi, menjaga keanekaragaman hayati, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan.
Ruang Terbuka dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non-Hijau (RTNH). Menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/ jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Beberapa contoh RTH antara lain taman, taman hutan raya (Tahura), jalur sempadan sungai dan masih banyak lagi. Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. RTH yang dimasukkan dalam perhitungan adalah RTH publik dan RTH privat dengan pertimbangan beberapa RTH privat juga dapat diakses semua orang, walaupun aksesnya lebih terbatas daripada RTH publik.
Ruang Terbuka Hijau terdiri dari tiga kelompok, yaitu gardening (taman), landscaping (lanskap), dan tree lot (himpunan vegetasi pohon berupa hutan). RTH sebagai dari penataan ruanag perkotaan yang berfungsi sebagai hutan lindng. Kawasan RTP kota mencakup pertamanan koa, kawasan hijau, hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau perkarangan, Dengan adanya RTH yang terjangkau bagi masyarakat lua akan memberikan manfaat berupa nilai estetika, klimatologis, ekologis, dan edukatif.
Namun, banyak kota di dunia menghadapi tantangan dalam menyediakan ruang terbuka yang cukup dan merata. Pertumbuhan urbanisasi yang pesat sering kali menyebabkan ruang hijau terdesak oleh pembangunan infrastruktur. Selain itu, ketimpangan akses juga menjadi masalah, di mana ruang terbuka lebih banyak tersedia di kawasan yang lebih makmur, sementara masyarakat di daerah miskin sering kekurangan fasilitas ini. Kurangnya regulasi dan privatisasi ruang publik juga memperburuk situasi ini.
Menurut standar internasional, setiap kota idealnya memiliki setidaknya 15-20% ruang terbuka dari total luas wilayahnya. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan minimal 9 meter persegi ruang hijau per kapita. Namun, banyak kota, terutama di negara berkembang, masih jauh dari target ini. Akses yang terbatas terhadap ruang terbuka berdampak pada kesehatan masyarakat, menurunkan kualitas hidup, dan memperburuk dampak lingkungan. Beberapa kota di dunia telah menunjukkan praktik baik dalam menyediakan ruang terbuka yang inklusif dan berkelanjutan. Kopenhagen, Denmark, memastikan setiap warga memiliki akses ke taman dalam jarak 300 meter dari tempat tinggal mereka. Di Asia, Singapura menjadi contoh dengan menjaga 47% wilayahnya sebagai ruang hijau, termasuk melalui inovasi seperti taman vertikal dan koridor hijau. Curitiba, Brasil, bahkan menyediakan lebih dari 50 meter persegi ruang hijau per kapita, melampaui standar WHO.
Untuk mewujudkan target SDG 11, langkah-langkah strategis perlu diambil, seperti memperkuat regulasi perlindungan ruang terbuka, melibatkan masyarakat dalam perencanaannya, serta memanfaatkan teknologi seperti GIS untuk memetakan kebutuhan ruang publik. Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta juga penting untuk mendanai dan mengelola ruang terbuka secara berkelanjutan. Selain itu, desain ruang terbuka harus inklusif, memastikan akses untuk semua, termasuk penyandang disabilitas dan lansia. Dengan perhatian yang lebih besar terhadap ruang terbuka, kota-kota di dunia dapat menjadi lebih sehat, inklusif, dan berdaya tahan. Menyediakan ruang terbuka yang cukup tidak hanya memperbaiki kualitas hidup masyarakat saat ini, tetapi juga merupakan investasi untuk generasi mendatang. Melalui kolaborasi dan inovasi, target ruang terbuka yang inklusif dalam SDG 11 dapat tercapai.
Bibliography
Rully Chrisdamayanti, s. (2023). Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan Tata Ruang Perkotaan Kota Administrasi Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta. 5.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H