Mohon tunggu...
Atika Rusli
Atika Rusli Mohon Tunggu... Guru - Perantau yang ingin menjelajahi dunia

Hobi berkebun

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Penolakan terhadap P3/SPS 2012

12 April 2012   00:38 Diperbarui: 14 Juli 2015   20:50 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pasca diluncurkannya P3/SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) awal bulan ini, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menolak aturan yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) itu, mereka menilai bahwa P3/SPS tersebut akan mematikan industri penyiaran, dalam hal ini stasiun TV Swasta.

Kekhawatiran mereka tidaklah tanpa alasan. Dengan dibatasinya siaran iklan niaga paling banyak 20% dari seluruh waktu siaran, maka industri TV akan kehilangan sekian rupiah pemasukannya dari iklan komersial. Namun yang jadi pertanyaan, mengapa baru sekarang mereka mempermasalahkan hal itu, padahal jauh sebelum dikeluarkannya P3/SPS oleh KPI, UU No. 32/2002 tentang Penyiaran telah mengatur pembatasan siaran iklan niaga tersebut. Jadi bagian mana yang ATVSI anggap bahwa KPI telah menciderai UU No. 32 /2002 tentang Penyiaran?

Biar jelas, berikut kutipan isi UU No. 32/2002 dan P3/SPS 2012:

  • UU. No. 32/2002 : “Waktu siaran iklan niaga untuk Lembaga Penyiaran Swasta paling banyak 20% (dua puluh per seratus), sedangkan untuk Lembaga Penyiaran Publik paling banyak 15% (lima belas per seratus) dari seluruh waktu siaran” (Pasal 46 ayat 8)
  • P3/SPS 2012 : “Program siaran iklan niaga untuk lembaga penyiaran swasta dibatasi paling banyak 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh waktu siaran per hari” (Pasal 58 ayat 2)

Selain ATVSI, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) juga menolak P3/SPS.

Berbeda dengan ATVSI, PWI menolak dari bagian lain, ada 3 point yang menjadi alasan penolakan PWI, salah satunya tentang bidang jurnalistik yang menurut mereka bahwa KPI melanggar UU No.40/1999 tentang Pers yang menyatakan, terhadap pers nasional dilarang dilakukan penyensoran, pembredelan dan penghentian siaran.

Oh… lembaga mana lagi yang akan menyusul menolak aturan-aturan yang dikeluarkan KPI? Saya jadi berburuk sangka, bahwa penolakan mereka bukan pada aturannya tapi pada lembaga KPI itu sendiri, yang mungkin saja keberadaan KPI dianggap mengancam kebebasan mereka untuk menyiarkan apa saja yang menguntungkan bagi mereka (walaupun belum tentu masyarakat butuhkan?).

Coba tengok situs http://kpi.go.id/, betapa banyak aduan dari masyarakat tentang tayangan-tayangan yang oleh ‘masyarakat’ dinilai tidak layak. Biasanya setelah sejumlah aduan masuk, KPI akan melayangkan surat teguran ke Lembaga Penyiaran bersangkutan. Namun kelihatannya, para pelaku penyiaran, bagi mereka lolos teguran yang satu, buat lagi teguran yang lainnya, gampang saja toh bagi mereka.

Jadi kita akan memihak kepada siapa? Saya percaya, bahwa kita akan berpihak pada isi siaran yang sehat, kepada kepentingan masyarakat yang rindu pada penyiaran yang berkualitas. Dan, keberadaan KPI penting untuk menghadirkan penyiaran yang sehat tersebut, bukan hanya dari sisi bisnis, namun juga sehat dari sisi isi siaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun