Mohon tunggu...
Ati Hidayati
Ati Hidayati Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Blog ini dibuat supaya saya banyak menulis. Jadi isinya tentang banyak hal yang berkaitan dengan saya, hidup saya, keilmuan saya, dan seterusnya. Semoga ada pelajaran yang bisa diambil

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Para Ponakan Tersayang (Part 2)

26 November 2015   13:47 Diperbarui: 26 November 2015   13:47 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sayyid...

Biasanya dipanggil kakak Sayyid atau kakak. Panggilan itu sudah melekat di dirinya sejak memiliki adik, Umar. Saat Umar lahir, usianya belum genap 4 tahun. Namun ia sangat menerima kehadiran adiknya dengan baik. Siapapun yang datang ke rumahnya untuk menjenguk adik bayi, dengan antusias ia menunjukkan keberadaan adiknya. Antusiamenya bahkan belum hilang sewaktu saya ke sana bersama Eyang Utinya, untuk silaturahim. Silaturahim kami bukan spesial menjenguk adiknya yang notabene sudah berusia dua bulan dan sudah berulang kali kami gendong. Setiba kami di rumahnya, sambil melompat dan berlari ke kamar ia berteriak,

"Sini!"

"Eyang Uti! Bulik Ati! Adiknya di sini ni...!!!"

Dari nadanya terdengar ia tidak sabar agar kami menyusulnya ke kamar untuk melihat adik bayinya. Saya, Eyangnya, Abi & Uminya tersenyum kagum akan kebanggaan kakak Sayyid kepada adiknya. Subhanallah.

Kata Eyangnya (Mamah saya), hal itu mengingatkannya pada masa saya lahir. Kakak saya yang belum genap dua tahun selalu senang membantu Mamah mengambilkan celana untuk saya. Bahkan ketika saya besar dan mulai bisa bermain, jika saya menangis saat kakak saya pergi main, ia dengan rela hati kembali ke rumah, menggandeng saya, dan mengajak saya main. Like father like son. Tapi semoga yang baik-baiknya saja :D

Kembali tentang Sayyid. Salah satu kehebatannya adalah dalam mengambil keputusan. Jika saya mau mengajak ketiga ponakan saya, maka terlebih dulu Sayyid yang saya tanya. Karena biasanya keputusan ya/tidaknya Sayyid akan diikuti saudaranya yang lain. Keren kan?

Ketetapan hati mengambil keputusan ini juga berlaku dalam memilih sekolah. Anak lain di kompleknya, antara kakak dan adik biasanya bersekolah di sekolah yang sama. Entah memang memilih demikian atau terima jadi pilihan orang tua. Berbeda dengan Sayyid. Ia tidak merasa harus sekolah di tempat yang sama dengan kakaknya (mbak Mahira). Setelah diajak survey oleh orang tuanya ke beberapa sekolah, Sayyid mampu menentukan pilihan dan tampak senang dengan pilihannya. Hal ini terlihat sampai hari ini, ia selalu semangat sekolah bahkan saat kondisinya sakit. Jika sakitnya memrihatinkan, Uminya dengan sabar membujuknya agar tidak sekolah dulu.

November 2015 ini Sayyid genap berusia 9 tahun. Semoga semakin sholih ya... Aamiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun