Mohon tunggu...
akhmad taufiq hariyadi
akhmad taufiq hariyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Majulah Indonesiaku

Aku adalah manusia biasa seperti yang lain. Tetapi aku terus berpikir, merasa & bertindak sehingga sampailah aku pada kata-kata "Inilah aku". Aku punya kesalahan, kelemahan, kekurangan bahkan keburukan, begitupun yang lain. Tetapi aku punya sesuatu yang menjadi kelebihan & ciri khasku, begitupun yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Majulah Indonesiaku, Memetakan Segala yang Ada (Part 2)

26 April 2018   07:37 Diperbarui: 26 April 2018   09:00 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian orang yang dikaruniai wajah rupawan, bercermin adalah perbuatan yang menyenangkan karena dapat melihat sendiri secara langsung wajah rupawan yang membuat semua orang di sekelilingnya kagum pada keelokan paras wajahnya. Tetapi bagi yang memiliki wajah yang berkekurangan, bercermin adalah perbuatan yang kurang menyenangkan bahkan bagi sebagian orang adalah hal yang memalukan.

Mau menerima dengan ikhlas bagaimanapun wajah diri kita merupakan tindakan besar apalagi bagi orang yang memiliki wajah yang berkekurangan. Orang yang memiliki wajah berkekurangan pasti mengalami pergulatan batin yang menyulitkan, tetapi ketika orang tersebut telah menang dalam pergulatan batinnya kemudian menerima dengan ikhlas, berarti dia telah memenangkan peperangan melawan dirinya. Hal ini bisa terlihat dari timbulnya sikap percaya diri walaupun memiliki wajah yang berkekurangan.

Variasi lain tentang pengenalan diri adalah dalam hal kemampuan fisik, kemampuan otak, kesempurnaan fisik dan lain sebagainya. Ketika fisik kita kuat, maka kita akan dapat berbangga dengan kelebihan tersebut. Tetapi ketika fisik kita lemah, maka kita harus berusaha menerima hal tersebut. Begitupun dengan kemampuan otak. Ketika kita punya otak yang cerdas, maka kita bisa dengan mudah menyelesaikan berbagai persoalan yang sulit. 

Tetapi ketika kita punya otak yang lemah, maka kita perlu berusaha mencari cara lain untuk mengatasi kelemahan otak kita. Tidak terkecuali juga dalam hal kesempurnaan fisik. Ketika seseorang memiliki fisik yang sempurna, dalam arti memiliki bagian tubuh yang lengkap, maka kita patut bersyukur. Tetapi ketika seseorang memiliki bagian tubuh yang kurang lengkap, maka tidak perlu minder atau rendah diri karena Tuhan pasti menitipkan kelebihan lain yang orang lain tidak miliki. Cara berpikir seperti ini juga berlaku untuk hal-hal lain yang berkaitan dengan pengenalan diri terhadap semua hal yang bersifat fisik.

Kita kembali ke pembahasan tentang pernyataan no.1 dan no.2 di atas yakni A=A serta A mirip dengan A'. Mengapa penulis rumuskan konsep pengenalan diri ke dalam persamaan matematika? Hal ini hanya untuk menyederhanakan pembahasan yang panjang menjadi rumus yang singkat dan mudah untuk diingat. Jika kita gabungkan pernyataan no.1 dan no.2 maka akan menjadi A=A~A' . Karena keterbatasan simbol yang tersedia pada papan ketik, maka sebenarnya tanda '~' harusnya adalah lambang '=' atau dua garis horizontal yang bergelombang, yang memiliki arti 'hampir sama'.

Jadi jika rumus di atas dituliskan dalam bentuk kata-kata maka: A sama dengan A dan A mirip dengan A'. Jika kita terapkan pada dunia nyata, maka Adi adalah Adi, dan Adi mirip Ali. Jika kita contohkan kepada hal yang lebih konkret lagi, maka kita adalah kita, dan kita mirip dengan ayah atau ibu kita. Jika dirumuskan: kita=kita~ayah|ibu.

Yang jadi masalah adalah diri pribadi kita yang duluan muncul atau diri pribadi orang tua? Pertanyaan ini sudah sangat jelas untuk dijawab. Sehingga sebenarnya diri kita adalah mirip dengan orang tua kita. Jika diperluas lagi, sebenarnya diri kita seperti sosok yang jadi panutan kita. Jika lebih diperluas lagi, diri kita bukanlah berasal dari dalam diri kita sendiri, tetapi berasal dari luar.

Mengapa bisa demikian? Coba kita renungkan, bukankah kita sering belajar atau dapat pelajaran dari orang lain? Bukankah kita juga sering belajar atau dapat pelajaran dari alam dan hal-hal di sekitar kita?

Mari kita perluas lagi, dari manakah alam berasal? Apakah ada dengan sendirinya atau diciptakan oleh Tuhan?

Lalu dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, akan muncul lagi pertanyaan, sebenarnya apa saja yang mengisi segala keberadaan ini? Pertanyaan-pertanyaan ini meskipun berat dan sulit untuk dijawab, tetapi harus memiliki penjelasan logis dan dapat diterima akal serta dapat diterapkan di dunia nyata agar jawabannya tidak sekedar hal-hal abstrak yang tidak dapat dibayangkan dan tidak dapat dikaitkan dengan hal-hal yang konkret.

Mengingat berbagai keterbatasan yang ada, beberapa pertanyaan dan persoalan yang muncul, tidak semuanya dibahas dalam satu tulisan ini, tetapi bisa jadi akan dibahas pada tulisan berikutnya atau pada kesempatan suatu saat nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun