"Harap Tenang Ada Ujian", kiranya begitu ketika zaman penentuan kelulusan ditentukan oleh angka-angka cantik di selembar ijazah. Dunia pendidikan Indonesia sudah beberapa tahun ini tidak mendengar kata-kata itu. Tidak ada lagi anak-anak yang kesana kemari membawa buku "Detik-Detik Ujian" hanya untuk menghafal materi dan konsep penyelesaian soal. Pemandangan bimbel hingga pulang petang demi mempertajam kemampuan untuk menebas soal soal ujian rupanya juga tidak nampak. Tidak ada lagi berita televisi tentang pendistribusian soal ujian nasional yang dijaga ketat oleh polisi dan TNI. Sudah lama memang tidak terdengar sorak sorak kelulusan dengan baju dicoret coret sebagai selebrasi hari kelulusan. Kini, akankah Ujian Nasional dihidupkan kembali dalam cerita pendidikan Indonesia?
Mendikdasmen, Prof Abdul Mu'ti dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa pihaknya akan mengkaji ulang ujian nasional. Ujian yang menjadi penentu kelanjutan jenjang pendidikan anak dengan mengujikan soal yang sama rata di segala penjuru Indonesia dengan berbagai latar belakang. Jika ada seekor kera, burung dan ikan diberikan tantangan untuk memanjat pohon tinggi. Kera yang akan sampai terlebih dulu karena fungsi fisiologis tubuhnya mendukung untuk memanjat pohon yang tinggi. Namun, lain halnya dengan ikan akan sangat kesulitan menyelesaikan tantangan itu karena secara fungsi fisiologi tubuhnya tidak mendukung untuk memanjat pohon. Tantangan tersebut dianalogikan pada kelas yang diberikan soal ujian yang sama dengan siswa yang memiliki bakat, minat, potensi dan kemampuan beragam. Siswa jebolan olimpiade mungkin akan mudah mengerjakan soal dengan jumlah banyak dengan waktu terbatas. Namun, siswa atlet sepak bola lebih suka jika model ujiannya itu berbentuk praktik langsung, bukan dalam lembaran kertas soal yang harus dijawab. Setiap siswa memiliki dianugerahi kecerdasan masing-masing. Kecerdasan anak bukan hanya mengenai kecerdasan kognitif saja, namun ada kecerdasan psikomotorik, emosional dan kecerdasan lainnya.
Setiap peserta didik adalah individu yang unik. Mereka dibesarkan di lingkungan yang berbeda-beda dengan latar belakang keluarga, ekonomi, sosial dan budaya yang berbeda. Keadaaan seperti inilah yang menyebabkan peserta didik hadir dalam keberagaman. Dalam satu kelas, peserta didik yang diajar dengan guru yang sama, gelombang pemahaman yang ditangkap akan berbeda-beda. Ketika diberikan soal evaluasi di akhir pembelajaran menunjukkan hasil yang beragam. Setiap peserta didik pasti memiliki potensi untuk berkembang. Peran sekolah sebagai satuan pendidikan bertugas untuk mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada peserta didik. Hal ini selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahawa pendidikan bertujuan untuk memfasilitasi anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki lakunya menjadi manusia seutuhnya. Anak bukanlah kertas kosong yang dapat digambar semaunya oleh orang dewasa.
Lantas, adilkah jika kenaikan kejenjang berikutnya hanya ditentukan oleh butir-butir soal yang disamaratakan? Ujian nasional posisinya sebagai asesmen sumatif yang diberikan diakhir jenjang pendidikan. Asesmen sebagai bagian terpadu dari proses pembelajaran, maka harus dapat mendukung pembelajaran bermakna, kontekstual dan berpihak kepada peserta didik. Asesmen juga harus mempertimbangkan tahap perkembangan peserta didik. Jika asesmen tidak mempertimbangkan keberpihakan pada peserta didik, maka laporan hasil belajar yang dihasilkan tidak cukup valid menggambarkan kemajuan belajar peserta didik. Penggunaan istilah dalam soal asesmen sebaiknya menggunakan istilah yang familiar dengan bahasa peserta didik agar dapat dengan mudah dipahami. Dengan demikian, penyusunan asesmen perlu memperhatikan lingkungan budaya dan karakteristik lingkungan sekitar. Kasus permasalahan yang diangkat seharusnya juga berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga, jika dalam kehidupan nyata ditemukan permasalahan yang sejenis, akan mudah dalam menyelesaikannya. Hasil asesmen dipahami sebagai laporan kemajuan belajar dan pencapaian peserta didik yang bersifat informatif dan sederhana untuk memberikan informasi yang bermanfaat tentang kompetensi dan karakter yang dicapai. Laporan tersebut disusun secara ringkas untuk dapat dipahami oleh orang tua dan peserta didik.
Perkembangan pendidikan di Indonesia masih belum merata dalam hal fasilitas, kualitas dan tenaga kependidikan. Kemampuan anak pada jenjang pendidikan yang sama belum dapat dikatakan sama rata. Pada pelaksanaannya, sekolah rela melakukan segala cara agar persentase kelulusan mencapai 100%. Hal ini tentunya rentan menimbulkan perilaku kecurangan. Menurut bu Itje Chodijah (KNIU), ujian nasional seperti racing pada mata pelajaran tertentu yang diujikan di ujian nasional. Mata pelajaran yang tidak diujikan harus dikorbankan untuk menyiapkan ujian nasional yang hanya terpaku pada pengetahuan saja. Akhirnya fokus pandang guru dan orang tua pada mata pelajaran yang akan diujikan. Padahal setiap mata pelajaran nilai pembelajaran yang kuat untuk perkembangan anak. Ujian Nasional adalah bagian kecil dari dunia pendidikan namun menghabiskan fokus yang sangat besar untuk hal yang kurang tepat. Padahal di dunia nyata, hal yang paling dibutuhkan adalah kompetensi, kemampuan komunikasi, kemampuan kolaborasi, pemecahan masalah, bukan hanya angka cantik pada selembar ijazah.
Pelaksanaan proses pendidikan memang memerlukan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, secara teknis dan alat ukur evaluasi yang digunakan membutuhkan pengkajian secara lebih mendalam dan luas. Kompetensi yang dibutuhkan bukan hanya dari aspek kognitif namun ada aspek psikomotorik, softskill yang harus diperhatikan. Mendikdasmen menyampaikan masih melakukan analisis atas berbagai masukan yang diberikan. Kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang terbaik untuk bangsa dan negara berupa penjaminan mutu pendidikan secara internal dan eksternal. Kebijakan terkait pendidikan secara resmi terbit sampai ada peraturan menteri. Pengambilan kebijakan dilakukan secara hati hati agar mampu menjawab seluruh tantangan dan persoalan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H