Secara geografis, Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang Sebagian besar adalah kepulauan dan terdiri dari ratusan pulau besar dan ribuan pulau kecil. Indonesia terletak pada daerah tropis yang diapit oleh dua Samudra yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Serta diapit oleh dua benua yakni benua Australia dan benua Asia. Hal tersebut menjadikan posisi Indonesia sangat strategis sehingga kepulauan Indonesia memiliki keragaman hayati maupun non-hayati.
Selain hal itu Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 99.083 km yang menjadikannya negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Berdasarkan fakta diatas, seharusnya wilayah pesisir Indonesia memiliki kontribusi terbesar dalam segi ekonomi ataupun kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
      Wilayah pesisir merupakan wilayah yang cukup penting yang mana menjadi peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut. Dengan hal tersebut menjadikan wilayah pesisir menjadi wilayah yang potensial sehingga sebanyak 22 persen penduduk Indonesia mendiami wilayah pesisir. Hal ini menandakan bahwa wilayah pesisir Indonesia menjadi pusat kegiatan ekonomi nasional melalui kegiatan masyarakat seperti perikanan laut, perdagangan, budidaya perikanan (aquakultur), transportasi, pariwisata, pengeboran minyak dan sebagainya.
      Dari beberapa fakta mengagumkan di atas, tentu harus dilanjutkan dengan pengelolaan serta pembangunan wilayah pesisir sehingga segala potensinya tidak terbuang sia-sia. Namun pada realitanya, wilayah pesisir Indonesia dengan seluruh kekayaan alamnya belum diolah secara optimal oleh pemerintah. Sehingga wilayah pesisir Indonesia justru menjadi salah satu wilayah yang terbelakang.
Hal tersebut menyebabkan stigma negative mengenai wilayah pesisir Selama ini permukiman di pesisir identik dengan daerah kumuh dan jauh dari layak. Tidak mengherankan karena pemandangan yang ditawarkan memang membuat orang berkesimpulan seperti itu
      Ditinjau dari segi sosiologis, wilayah pesisir memiliki banyak keragaman karakteristik dan tantangan. Kebanyakan masyarakat pesisir bergantung kepada hasil alam sebagai sumber perekonomian utama. Namun hal tersebut belum bisa dimaksimalkan seperti misalnya wilayah pasar yang masih sempit dan belum adanya persaingan yang luas. Masyarakat pesisir hanya melakukan jual beli dalam skala local serta melakukan ekspor sebatas wilayah di Indonesia.
Sangat jarang masyarakat pesisir untuk berinovasi untuk melakukan ekspor ke luar negeri yang tentunya akan menambah ekonomi mereka berkali-kali lipat. Selain itu sumber daya manusia di wilayah pesisir terlalu begantung pada sumber alam sehingga keterampilan SDM tidak terlalu beragam.
      Namun hal tersebut tidak bisa terlepas dari segi infrastruktur. Pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur di wilayah perkotaan, sehingga kesenjangan pembangunannya sangat tinggi. Hal ini tidak bisa dipungkiri dari sulitnya akses ke wilayah pesisir sehingga biaya transportasi pun cukup tinggi.
Mengingat Indonesia menjadi negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, maka pembangunan wilayah pesisir masih terlalu sentris ke beberapa wilayah khususnya pada kota-kota besar. Namun jika ditinjau dari sisi positifnya, seharusnya hal tersebut menjadi faktor yang amat menguntungkan untuk Indonesia.
      Mari sejenak kita bercermin pada China, China mempunyai produktivitas perikanan jauh di atas Indonesia padahal china hanya menempati tujuh besar negara dengan garis pantai terpanjang. Hal ini dikarenakan china amat sangat mengutamakan pembangunan pesisir laut, baru setelah itu dibangun daratnya.
 Saat ini pemerintah hanya memandang dari segi potensi perikanan dari wilayah laut Indonesia, padahal sangat banyak potensi yang apabila dapat dioptimalkan akan mampu mendorong ekonomi negara seperti perikanan budidaya, industri bioteknologi kelautan, industri pengolahan hasil perikanan pariwisata bahari pertambangan dan energi, perhubungan laut hutan mangrove, sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil, maupun industri dan jasa maritim dan SDA non-konvensional.