Mohon tunggu...
Athena Pallas
Athena Pallas Mohon Tunggu... -

Mari Nulis.\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tentang Bercermin (1)

5 Mei 2010   17:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:23 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_134175" align="aligncenter" width="226" caption=""Broken Mirror", by Rakesh Ashok"][/caption]

(1) Mirror, Mirror on the Wall

Mirror, mirror on the wall, who’s the fairest of us all? Thus was asked by the maiden to the mirror hung on her bedroom wall. Not only there, she would ask the same question with gusto to every reflecting surface she could find. She would asked the rearview mirror the same question, the tiny mirror of her cosmetic pouch, the vanity mirror in toilets, the glassy surface of the shop windows, glass doors and glass tables, etc.

What she doesn’t realize is that she never gets a straight answer. Is she or isn’t she?

Time passed, and now the image at the mirror stares right through her, with those ashen eyes, strands of grey hair and wrinkles, all youth had drained out of her. She would sometimes, out of retrospect, whispered the old question to mirrors, a thing she would only does when she is sure of her privacy. The aged woman in the mirror would snap at her: “Take a good look, and answer for yourself!!”And the mirror would crack.

*

(2) Kau-Aku Satu

Satu lelaki dan satu perempuan tertusuk panah asmara, luka parah. Mereka mengikat janji sehidup semati. Lelaki dan perempuan bergandeng tangan saling berhadapan, menatap wajah seakan bercermin, awalnya saling mengagumi, bibir mereka merekah mantra “aku cinta kau”. Tak lama mulailah adu-tatap mereka mencari-cari, mengharap melihat imaji yang persis dengan diri.

Tatapan lelaki perlahan membuat perempuan mulai tumbuh kumis. Tatapan perempuan mulai membulatkan penuh dada lelaki. Di mata masing-masing lelaki dan perempuan, imaji yang lain semakin sempurna, semakin serupa semakin sejiwa.

Matahari merebah, dan bayangan masing-masing lelaki-perempuan—yang sedari tadi menolak untuk menumbuhkan kumis-membulatkan dada—mulai menipis, terkucil ditinggal yang empunya.

**

(ilustrasi dari www.farm4.static.flickr.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun