Mohon tunggu...
Athaya Ghina
Athaya Ghina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjaga Integritas di Era Digital: Cegah Doomscrolling dengan Algoritma Kebangsaan

10 November 2024   15:30 Diperbarui: 11 November 2024   08:29 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era digital yang semakin canggih, banyak dari kita merasa media sosial menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Kita membuka aplikasi, meng-scrolling beranda, dan menemukan informasi yang seolah-olah "disesuaikan" untuk kita. Tetapi, tahukah Anda bahwa konten yang kita lihat sebenarnya diatur oleh algoritma yang memengaruhi pola konsumsi kita? Algoritma ini, walaupun membantu membuat pengalaman kita di media sosial lebih personal, ternyata bisa berdampak negatif, terutama terhadap kesehatan mental, salah satunya adalah fenomena "doomscrolling".

Apa Itu Doomscrolling?

Doomscrolling adalah kebiasaan yang membuat kita terus menggulir beranda di berbagai platform media sosial untuk melihat konten yang sering kali mengandung emosi negatif, konten yang diberikan rentan bersifat depresif dan menguras tenaga secara emosional. Algoritma media sosial cenderung menyorot isu-isu ini karena lebih mungkin menarik perhatian kita. Saat kita terjebak dalam siklus ini, kita justru semakin merasa cemas dan tertekan.

Dampak dari doomscrolling sangat nyata dan serius. Dengan paparan berlebihan pada informasi yang sifatnya negatif, kita berisiko mengalami gangguan mental seperti kecemasan, depresi, bahkan ketergantungan. Akses yang begitu mudah terhadap berbagai media-media ini dapat membuat kesejahteraan psikologis kita terganggu akibat konsumsi informasi yang berlebihan.

Algoritma di balik media sosial dirancang untuk menampilkan konten yang dianggap "relevan" bagi penggunanya. Namun, kata "relevan" di sini lebih sering berarti "menarik perhatian" daripada konten yang berkualitas. Karena itu, algoritma cenderung memprioritaskan konten yang kontroversial, menimbulkan emosi intens, dan mengundang lebih banyak interaksi, seperti komentar atau reaksi. Sayangnya, konten negatif menjadi lebih banyak muncul di beranda kita.

Peran Algoritma Bangsa

Algoritma  kebangsaan  adalah  sebuah upaya  sistematis  untuk  memanfaatkan teknologi  digital  dalam  memperkuat nilai-nilai kebangsaan,  membangun karakter  bangsa,  dan  menjaga keamanan siber  nasional. Hal ini ditujukan untuk memprioritaskan konten yang memperkuat nilai-nilai nasional, budaya, dan edukasi masyarakat. Konsep algoritma kebangsaan diharapkan dapat mengurangi konten-konten berbau hoaks atau ujaran kebencian lain yang dapat memicu konflik sosial.

Algoritma kebangsaan memiliki peran untuk mendorong pengguna-pengguna media sosial menjadi lebih kritis dalam mengonsumsi informasi. Saat kita melihat lebih banyak konten edukatif atau inspiratif yang didorong oleh algoritma, kebiasaan mengklik secara impulsif pada berita negatif akan berkurang, karena ada alternatif konten yang lebih berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun