Mohon tunggu...
Rhio Unggut
Rhio Unggut Mohon Tunggu... Guru - GURU/HUMAS/PEMBINA PRAMUKA/KORDINATOR PKG (SDN SAMA JAYA)

Nama saya Gregorius Unggut, Lahir di Taga pada tanggal 06 Agustus 1993,. Keseharian saya berprofesi sebagai seorang guru pada satuan pendidkan SDN SAMA JAYA kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mulai menggemari hobi menulis sejak 02 Mei 2023, awal mula menyadari potensi menulis dalam diri saya ketika kepala SDN Sama Jaya memberi saya tugas sebagai humas SDN Sama Jaya, untuk membagikan kegiatan yang dilaksanakan sekolah pada akun facebook sama jaya (Akun milik sekolah) saya pun mengindahkan perintah tersebut serta menulis keterangan tentang kegiatan yang dipotret, tanpa saya menduga bahwa atas karya ini saya mendapat banyak apresiasi. Akhirnya hal inlah yang membangkitkan gairah menulis saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Blog Rangkuman Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebijakan Sebagai Pemimpin

10 Agustus 2024   00:49 Diperbarui: 10 Agustus 2024   00:57 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Tampilan LMS Modul 3.1

Sebagai seorang guru, sering berada dalam situasi dilema etika maupun moral, dan guru dituntut membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan juga peraturan yang berlaku. Bagaimana membuat keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin (guru). Perlunya pemahaman pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam dalam pengambilan tersebut. Dalam pengambilan keputusann guru harus menerapkan prinsip atau dasar pengambilan keputusan yang tepat yaitu menggunakan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Belajar memahami murid dengan filosofi Ki Hajar Dewantara bahwa mendidik murid adalah menuntun mereka sesuai kodrat yang dimilikinya, baik kodrat sebagai manusia individu, sesuai kodrat alam di mana mereka berkehidupan dan tentu saja sesuai dengan zamannya.

Ada hal yang menarik dari memahami pendidikan yang sesuai dengan filosofi KHD ini adalah setiap guru hanyalah menuntun dan mengarahkan pada kompetensi terbaiknya demi meraih kebaikan setinggi-tingginya dengan budi pekerti yang mulia. Mengembangkan kemampuan cipta, karsa dan karya dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk.

Dengan memegang prinsip ing ngarso sun tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani yakni di depan seorang pendidik harus menjadi teladan bagi murid-muridnya, di tengah memberikan motivasi atau semangat secara penuh terhadap proses pembelajaran mereka dan yang juga tidak kalah pentingnya adala mendorong murid untuk terus mengasah potensi kognisi, afektif dan psikomotornya agar menjad pribadii yang seutuhnya.

Setelah memahami bagaimana filosofi pendidikan menurut KHD, ternyata pemahaman filosofi KHD ini sejalan pula bagaimana guru mengemban nilai-nilai dan peran yang dimilikinya. Di mana pendidik itu memiliki nilai berpusat pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif yang semua itu akan bersinggungan dengan bagaimana perannya sebagai pendidik, yaitu: menjadi pemimpin pembelajaran, penggerak kolaboratif guru, menjadi coach bagi guru lain, penggerak komunitas praktisi dan mewujudkan kepemimpinan pada murid.

Guru sejatinya memiliki tanggung jawab yang berat, dan tentu saja amat penting bagi penumbuh generasi terbaik dari murid-muridnya. Menerapkan nilai-nilai yang dimiliki dan terus memaksimalkan perannya dalam pendidikan, tentu saja dampaknya akan tercipta ekosistem sekolah yang positif. Ekosistem sekolah yang tidak akan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Namun butuh kolaborasi, kerjasama saling mendukung, agar budaya positif benar-benar menjadi aktivitas yang selaras dengan kehidupan sehari-hari. Menempatkan guru sebagai manajer yang mampu menerapkan segitiga restitusi demi terwujudnya generasi yang mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dan bertanggung jawab.

Bagaimana guru harus memiliki visi masa depan pada murid dan sekolahnya, karena dari sana guru melakukan langkah-langkah konstruktif dengan semangat kolaboratif menjadikan sekolah sebagai tempat mendidik dan merawat nilai-nilai sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Perwujudan visi guru penggerak ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan bantuan semua pihak dengan semangat inkuiri partisipatif di mana semua orang saling bahu-membahu mewujudkan visi sekolah yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan dan potensi murid dan tentu saja sesuai dengan alam dan zamannya saat ini, di mana dunia butuh anak-anak yang cerdas secara pikiran, gagasan, kreatif dalam semua kondisi yang ada, dan mencintai manusia lainnya serta alam semesta dengan kemampuan memahami literasi secara berkelanjutan.

Penumbuhan dan penerapan budaya positif di sekolah pun merupakan hal yang begitu penting bagi generasi-generasi masa depan. Anak-anak murid kita yang butuh adanya sentuhan pemahaman akan nilai-nilai kebajikan universal yang juga termaktub di dalam profil pelajar Pancasila. Yang mana untuk menciptakan generasi yang positif tentu tidak bisa seketika dan berjalan secara independen, akan tetapi dependen atau mengikutsertakan semua warga sekolah, komite sekolah, dan tentu saja wali murid yang paling banyak bersentuhan dengan murid-murid.

Begitu pula seorang guru yang memiliki nilai-nilai dan perannya dalam pendidikan, semestinya menciptakan pembelajaran yang mampu menerima segala macam perbedaan peserta didik, baik kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar yang beragam. Murid-murid mendapatkan kesempatan belajar yang sama sesuai dengan ketiga aspek di atas, dalam sebuah pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran berdiferensiasi akan menjadi wadah terwujudnya generasi yang bertumbuh sesuai dengan potensi yang dimiliki, hingga pada akhirnya terciptalah insan-insan yang well being, sejah tera lahir dan jiwanya. Manusia yang akan mampu menerapkan keterampilan sosial dan emosional dalam kehiduannya. Mereka mampu mengenali diri sendiri, memanajemen diri sendiri, mengenal orang lain, memiliki empati pada sesama, dan mampu mengambil keputusan secara bertanggung jawab.

Murid-murid mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan penuh tanggung jawab, dengan dukungan coaching dari guru dan menerapkan segitiga restitusi hingga anak-anak mampu mengelola masalahnya sendiri secara bijak.

Menjadikan kepemimpinan di sekolah sebagai institusi moral dapat tercapai dengan kemampuan pengambilan keputusan dengan tepat dan mampu memilih mana masalah yang bersentuhan dengan dilema etika atau bujukan moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun