Oleh : Atep Afia Hidayat - Siapapun penikmat bola akan terpana tatkala menyaksikan sepak terjang para pemain FC Barcelona (FCB) ketika melawan Manchester United (MU), dalam babak final Liga Champions 2010-11, Minggu dini hari, 29 Mei 2011, di Stadion Wembley, London. FCB yang di-arsiteki pelatih Pep Guardiola berhasil me-rontokan kubu MU dengan skor 3-1. Hampir semua pemain FCB menyajikan sepak bola “gila”, bukan lagi sepak bola “pintar”, “cerdas”, atau “kreatif”.
Sepak bola “pintar”, hanyalah sekedar pintar memainkan bola, sebatas keterampilan bermain dengan bola. Sepak bola “cerdas”, tatkala keterampilan memainkan bola dipadukan dengan kemampuan berpikir, sehingga mulai ada yang dinamakan strategi. Sepak bola “kreatif” berada setingkat di atas sepak bola “cerdas”, ada perpaduan harmonis antara keterampilan memainkan bola, strategi bermain bola, ditambah visi bermain bola.
Sepak bola “gila” menyajikan permainan dengan kreasi individu dan tim yang begitu eksploratif, sehingga sepak bola bukan sekedar olah raga atau “pertarungan”, tetapi sepak bola juga merupakan perpaduan antara seni dalam arti estetika dan seni dalam arti “seni berperang”. Ada lagi satu ciri sepak bola “gila”, yaitu haus kemenangan dan lapar gelar juara, maka tak heran jika pada suatu kesempatan David Villa, sang striker FCB menungkapkan, bahwa sepanjang musim tim-nya tidak pernah bersantai, selalu bekerja keras karena lapar gelar. Ya, itulah bentuk “kegilaan” dalam ber-bola-ria, tidak tanggung-tanggung atau setengah hati, namun harus ada totalitas dan profesionalitas.
Ya, sepak bola adalah “peperangan” yang harus dimenangkan. Dalam sepak bola kemenangan adalah bersifat “wajib”, namun harus diraih dengan sportivitas yang tinggi. Untuk itu diperlukan keterampilan individu yang tinggi, kerjasama tim yang sangat harmonis, serta sinergi dengan pelatih, manajemen dan supporter.
Sepak bola “gila” yang diperagakan FC Barcelona seperti “merasuki” semua pemain, mulai dari Lionel Messi, Xavi Hernandez, Andres Iniesta, David Villa, Carles Puyol, Gerard Pigue, Daniel Alves dan Victor Valdes. Bagi mereka setiap sepersekian detik adalah celah dan peluang, setiap kesempatan meraih bola adalah nyaris seratus persen peluang gol. Semua sektor dan lini begitu hidup dan dinamis, tidak ada apatis, skeptis dan pesimis. Meskipun beberapa jam pertandingan sebelum digelar Pelatih Pep Guardiola mengaku kekuatan Manchester United selalu membuatnya ketar-ketir.
Bagaimanapun MU merupakan kekuatan “raksasa” sepak bola Eropa, namun dalam pertandingan final melawan FCB di Stadion Wembley tersebut seperti nyaris kurang berkutik, meskipun pada awal babak pertama sempat menerapkan pressing football yang sempat membuat FCB mati kutu. Pada pertandingan tersebut MU hanya menguasai 32 persen jalannya permainan, sementara FCB 68 persen.
Sebenarnya dari segi kualitas pemain, MU berada satu level dengan FCB. MU dihuni oleh sederet pemain bintang seperti Javier Hernandez, Wayne Rooney, Park Ji-Sung, Ryan Giggs, Michael Carrick, Rio Ferdinand, dan sebagainya. Namun para pemain MU kurang “gila” dibandingkan pemain FCB. Sepak bola “gila” lebih dipergakan oleh FCB, mungkin yang dimainkan MU hanya sekedar sepak bola “kreatif”.(Atep Afia, pengelola PantonaNews.com ). Sumber Gambar: http://www.fcbarcelona.com/web/english/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H