Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Plastik yang Kita "Makan"

11 Oktober 2010   15:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:31 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh : Atep Afia Hidayat - Penggunaan plastik untuk kemasan makanan sudah meluas, bahkan sudah menjangkau desa-desa terpencil. Bahan tersebut lebih mudah didapat. Harganya relatif murah dan praktis, sehingga mampu menyisihkan bahan pembungkus makanan alami seperti daun pisang, daun jati dan daun kelapa muda. Namun ternyata pemakaian plastik yang makin meluas tidak disertai perhatian terhadap dampak negatif yang ditimbulkannya. Selain merusak lingkungan, penggunaan plastik untuk kemasan makanan berpotensi mengganggu kesehatan manusia. [caption id="attachment_286539" align="alignleft" width="360" caption="Ilustrasi-Plastik/Admin (republika.co.id)"][/caption] Plastik yang digunakan untuk kemasan makanan digolongkan dalam bentuk monomer, dimmer dan trimer. Jenis senyawa kimianya meliputi polystyrene (PS), polyvinyl chloride (PPC), vinylidene chloride resin (VCR), PVDC, akrilonitril (ABS), polietilen dan polipropilen. Ada juga kemasan makanan yang terbuat dari plastik daur ulang yang sulit diidentifikasi jenis bahan kimianya. Dari sekian banyak bahan pembuat plastik, jenis yang kurang berbahaya ialah polietilen dan polipropilen. Styrofoam, Karsinogen dan EDC Jenis kemasan plastik yang cukup popelar ialah Styrofoam, warnanya putih dan empuk. Saat ini penggunaannya sangat meluas, terutama untuk mie instant dan kemasan fast food. Styrofoam terdiri dari styrene dimmer dan styrene trimer, mengandung bahan kimia polystyrene. Bahan tersebut berpotensi membahayakan kesehatan manusia, antara lain bersifat karsinogen (menimbulkan kanker) dan dapat menyebabkan endrocrine disruption. Endrocrine disruption chemical (EDC) merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada pada system endrokrinologi dan reproduksi pada manusia, terutama disebabkan oleh bahan kimia yang bersifat karsinogen dalam makanan. Selain dari bahan untuk kemasan makanan seperti Styrofoam dan jenis plastik lainnya, EDC juga bersumber dari pestisida (meliputi 66 senyawa seperti DDT, dioxin, PCBs, endrin, dan sebagainya), kosmetik (BHA) dan komponen elektronik (PCBs). Antara senyawa-senyawa dalam kemasan Styrofoam dengan senyawa-senyawa dalam makanan terjadi reaksi kimia yang aktif, terutama jika makanan masih memiliki suhu tinggi (panas). Hal itu disebabkan lemahnya ikatan struktur kimia Styrofoam, sehingga residu monomernya mudah berpindah ke makanan. Kandungan residu monomer Styrofoam yang diserap makanan makin tinggi jika kontak makanan dengan kemasan makin lama. Mie instant yang dikemas dalam Styrofoam, bila secara langsung ditambah air panas, maka komposisinya selain mengandung karbohidrat, protein, lemak dan vitamin, juga akan mengandung residu monomer. Begitu pula nasi panas, bubur panas, ayam goring dan kentang goreng yang ditempatkan pada wadah yang terbuat dari styrofoam, dengan sendirinya bahan makanan tersebut akan dilengkapi dengan residu monomer yang tergolong EDC. Bagi penyantap makanan dengan kemasan terbuat dari Styrofoam, kelenjar endrokrinnya sangat rawan terhadap gangguan. Kelenjar endrokrin disebut juga kelenjar inkresi atau kelenjar buntu, merupakan kelenjar yang menghasilkan lebih dari 20 jenis hormon, seperti thyroxin, parathormon, insulin, adrenalin dan somatotrop. Hormon yang merupakan zat organic dihasilkan oleh tubuh sendiri, sangat vital dalam memperngaruhi metabolisme tubuh. Jika kelenjar endrokin terkontaminasi EDC, antara lain dapat menyebabkan: 1. Menurunnya tingkat kesuburan yang ditandai dengan merosotnya jumlah sperma; 2. Terjadinya demaskulinisasi dan defeminisasi; 3. System kekebalan tubuh menjadi lemah; 4. Menurunnya tingkat kecerdasan (cretinisme akibat terganggunya fungsi kerja hormon thyroxin); 5. Menurunnya kandungan air susu ibu (ASI) dan periode laktasi menjadi pendek; 6. Gangguan psikologis; 7. Menimbulkan kekerdilan atau gigantisme akibat hormon somatotrop yang mengalami hypo atau hyper; 8. Menyebabkan diabetes mellitus (kencing manis) akibat hormon insulin dalam kondisi hypo; 9. Dapat menimbulkan kanker payudara, rahim, prostat dan testis. Bahan Plastik Lainnya Makanan yang mengandung lemak tinggi dan yang bersifat asam sangat mudah bereaksi dengan plastik yang terbuat dari PVC. Menurut hasil sebuah penelitian, sekitar 10-40 part per billion (ppb) monomer vinyl chlorida dapat diserap makanan dan minuman yang berlemak dan bersifat asam jika menggunakan kemasan plastik PVC. Jenis kemasan yang mengandung PVC seperti plastik yang bening dan kaku, plastik wrap (sangat tipis biasanya untuk mengemas sayur dan buah), dan plastik untuk bungkus permen. Penggunaan plastik untuk membungkus bakso atau soto panas perlu diwaspadai, karena jenis makanan dan minuman panas tersebut dengan mudah akan melarutkan bahan dan mengadopsi residu kimianya. Pada konsentrasi yang rendah, dampak negatif bagi kesehatan hampir tidak ada, namun jika penggunaannya berulang-ulang, maka senyawa yang bersifat karsinogenik dan tergolong EDC akan terakumulasi dan bersifat reaktif. Penggunaan alat-alat plastik yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti gelas, piring, gayung, dan cerek juga perlu diwaspadai. Apalagi jika alat-alat tersebut menggunakan plastik daur ulang yang bahanny dapat terlarut dalam makanan dan air panas. Penutup Sebenarnya sampai saat ini belum ditemukan bagaimana cara mengatasi dampak negatif EDC terhadap kesehatan manusia. Berbagai penelitian di Jepang makin mengarah pada pembuktian, bahwa bahan pengemas polystyrene seperti Styrofoam cenderung positif membahayakan kesehatan manusia. Hal itu diperkirakan akan mengguncang bisnis pangan, terutama dalam kaitannya dengan penggunaan kemasan. Perlu ada langkah preventif untuk mencegah bahaya penggunaan kemasan plastik yang makin meluas, tidak cukup hanya dengan diterbitkannya UU tentang pangan atau UU tentang Perlindungan Konsumen. Kalangan produsen bahan pangan dituntut untuk menggunakan kemasan plastik yang bersifat food grade (aman atau sesuai untuk makanan). Sedangkan konsumen dituntut untuk meningkatkan kewaspadaannya dengan menerapkan langkah-langkah: 1. Hindari membungkus makanan dan minuman panas dengan plastik; 2. Hindari penggunaan alat makan dan minum yang terbuat dari plastik untuk makanan dan minuman yang masih panas; 3. Hindari kontak yang terlalu lama antara makanan dan minuman berlemak dan bersifat asam dengan plastik; dan 4. Gunakan pembungkus alami untuk makanan. Bagaimanapun menggunakan pembungkus alami jauh lebih sehat dibandingkan dengan plastik. Penggunaan daun pisang untuk nasi timbel misalnya, selain menjadikan aroma nasi lebih harum, meningkatkan selera makan, juga mudah terurai menjadi bahan organic tanah, sehingga berperan terhadap pelestarian lingkungan. (Atep Afia).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun