Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pesona Wisata Banten

5 Desember 2010   21:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:59 2319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat -

Bayangkan, dalam setiap tahunnya ada 1,3 milyar orang yang berlalulalang, berwisata ke manca negara. Berapa orang yang singgah di Indonesia? Data dari Organisasi Pariwisata Dunia mengungkapkan, hanya 4 juta orang, atau hanya sekitar 0,3 persen dari seluruh wisatawan manca negara (wisman) yang datang ke Indonesia. Sementara Malaysia dikunjungi 14,7 juta orang (1,1 persen) dan Thailand 15 juta orang (1,2 persen). Lantas, berapa orang wisman tersebut yang berkunjung ke Provinsi Banten ?

Wisman yang berkunjung ke Banten tahun 2006 ini, ternyata 150 ribu orang, dan itupun baru target dari Banten Community Tourism Board (BCTB). Lantas kenapa BCTB tidak mentargetkan kunjungan wisman 1 atau 2 juta orang, apakah Banten belum layak untuk menjadi daerah tujuan wisman yang utama. Ternyata Banten memiliki potensi wisata yang beragam dan berkelas dunia, tetapi pengelolannya masih belum profesional. Jangankan dapat bersaing dengan Malaysia, Thailand atau Singapura, dengan Bali atau Jogja pun masih jauh ketinggalan.

Potensi Terpendam

Banten memiliki beragam obyek wisata, mulai dari wisata bahari (Pantai Carita, Tanjung Lesung, Pulau Umang, Anyer), ekowisata (Ujung Kulon, Gunung dan Pulau Krakatau), wisata budaya (Baduy), wisata religi (Mesjin Agung) dan wisata belanja (Cilegon, Serpong).

Sumberdaya alam Banten memiliki daya tarik yang kuat, hal itu menyebabkan bangsa-bangsa Arab, India, Cina, Jepang, Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda beberapa abad yang lalu mampir di Banten. Dengan demikian eksistensi Banten sebenarnya sudah sejak lama mendunia. Antara tahun 1525 – 1808, mulai dari masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (putra Sunan Gunungjati dari Cirebon) sampai masa Sultan Ageng Tirtayasa, Banten dikenal sebagai kerajaan yang banyak dikunjungi orang asing atau ‘wisman’. Pada saat itu Banten menjadi wilayah yang terbuka untuk bisnis internasional, sehingga banyak kantor dagang asing dibuka. Bahkan perkampungan Arab, India, Cina dan Jepang pun sudah ada. Lantas kenapa kemampuan ‘meng-global’ Banten beberapa abad yang lalu jauh lebih unggul dibandingkan sekarang ?

Ditinjau dari aspek sosial budaya, sejak beberapa abad yang lalu masyarakat Banten dikenal sangat terbuka. Sebagai dampak dari keterbukaannya Banten mencapai masa kejayaan, antara lain karena terjalin kerjasama yang harmonis antara pribumi dengan pendatang. Di sisi lainnya, Banten mengalami keterpurukan juga akibat keterbukaannya, terutama terhadap orang Belanda. Tahun 1808 Pemerintah Belanda di bawah pimpinan Daendels meruntuhkan Keraton Surosowan di sekitar Banten Lama, mengakuisisi kerajaan dan memindahkan pusat pemerintahannya ke Serang. Sejak saat itulah Banten mengalami keterpurukan di segala bidang, sampai akhirnya Banten berada di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai sebuah propinsi yang masih ‘kanak-kanak’ (6 tahun), Banten mencoba menggali nilai-nilai historis untuk dijadikan spirit kebangkitan, sehingga bisa sejajar dengan propinsi-propinsi yang paling maju.

Selain sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM), potensi historis Banten ternyata masih terpendam. Padahal untuk pengembangan pariwisata, ketiganya perlu disinergikan melalui pengelolaan yang profesional.

Perlu Investasi

Partisipasi aktif pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota dibidang pariwisata perlu lebih ditingkatkan lagi. Ketika sektor pertanian dan industri pertumbuhannya sudah stagnan, maka sektor pariwisata perlu mendapat perhatian serius. Kerjasama yang harmonis antara Pemda dengan pengelola industri pariwisata perlu lebih dikembangkan lagi, jangan sampai jalan sendiri-sendiri. Pemda jangan hanya sekedar mengejar pendapatan asli daerah (PAD), begitu pula pengelola industri pariwisata seperti pengelola hotel, restoran dan biro perjalanan wisata jangan hanya mengejar keuntungan sesaat.

Pariwisata seperti tanaman buah yang berumur panjang, untuk menghasilkan buah yang lebat dalam jangka waktu selama mungkin, maka perlu pemupukan, penyiraman, serta pengendalian hama dan penyakit. Begitu pula pariwisata, supaya ‘berbuah lebat’ selama mungkin, maka perlu investasi seperti bidang infrastruktur, pengembangan SDM dan promosi yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun