[caption id="attachment_139019" align="alignleft" width="300" caption="Sumber : KOMPAS/PRIYOMBODO"][/caption] Oleh : Atep Afia Hidayat - Iklan sebuah provider telekomunikasi yang dibintangi Tukul Arwana kalau disimak lebih cermat ternyata sangat keliru. Setelah menyaksikan tayangan iklan tersebut timbul kesan bahwa orang desa (ndeso) gagap internet. “Tidak tahu internet ? ndeso kamu”, begitu ucap Tukul yang mengklaim diri berwajah “ndeso”. Klaim tersebut ternyata keliru juga, sebab wajah Tukul sama sekali tidak mewakili wajah orang desa. Selain itu berdasarkan catatan profil, sebenarnya Tukul orang kota asli. Lahir dan dibesarkan di kawasan Perbalan, Purwosari, Kota Semarang, kemudian merintis karir dan mendulang sukses di Kota Jakarta. Dengan demikian salah besar jika Tukul mengklaim diri sebagai ndeso. Hal ini bisa dianggap sebagai kebohongan publik (heheheh…).
Bagi sebagian desa internet bukan merupakan sesuatu yang asing lagi. Sebagai gambaran, di Desa Sukalilah, Kecamatan Kersamanah, Kabupaten Garut dan di Desa Rancaekek Wetan, Kabupaten Bandung, sudah banyak warung internet (Warnet) bermunculan, begitu pula di ribuan desa lainnya. Bahkan, untuk mengakses internet saat ini sebenarnya tidak perlu ke warnet, cukup dengan perangkat PC, laptop atau tablet yang dilengkapi modem. Bahkan dengan sebuah HP dengan ratusan ribu rupiah pun, Ceu Entin, seorang wanita paruh baya di sebuah desa pedalaman Banten sudah bisa ber-facebook ria dengan teman-temannya di berbagai desa dan kota di seluruh Indonesia, bahkan dengan temannya yang menjadi TKI di Malaysia, Hongkong atau Arab Saudi. Fakta lainnya ternyata saat ini sudah banyak desa yang telah memiliki situs web (web site) atau web blog sendiri. Berikut contoh desa yang telah memiliki situs web atau web blog : Desa Sajiramekar, Kec Sajira, Kab Lebak, Prov Banten Desa Terong, Kec Dlingo, Kab Bantul, Prov DIY Desa Mandalamekar, Kec Jatiwaras, Kab Tasikmalaya, Prov Jabar Desa Pangkalansatu, Kec Sungai Raya, Kab Bengkayang, Prov Kalbar Desa Berjo, Kec Ngargoyoso, Kab Karanganyar, Prov Jateng Eksploitasi dan eksplorasi teknologi internet telah banyak dilakukan oleh penduduk desa dan kota, sehingga dikotomi desa-kota sudah tidak ada lagi. Dengan demikian iklan provider telekomunikasi yang dibintangi Tukul tersebut menjadi terkesan jadul dan tidak update. Kalau sepuluh atau duapuluh tahun lalu mungkin masih layak tayang. Dalam membuat iklan memang harus kreatif, bombasitis, lebay dan spektrakuler, namun harus mengacu pada fakta dan obyektifitas. Dengan demikian kesan yang muncul setelah menonton iklan tersebut, "kok tidak aktual dan faktual", "kok begitu jadul", padahal persaingan di antara provider telekomunikasi begitu ketat. Sudah selayaknya iklan tersebut direvisi atau diganti dengan yang lebih komunikatif dan memiliki nilai edukatif. Bagaimanapun mengasosiasikan gagap internet dengan ndeso adalah salah kaprah. Puluhan juta orang desa bisa saja merasa tersinggung, lantas beramai-ramai berdemonstrasi di depan kantor provider telekomunikasi atau di depan rumah Tukul (Nah lho ! :) ). (Atep Afia).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H