Oleh : Atep Afia Hidayat --
Pembentukan daerah otonomi baru atau pemekaran wilayah yang menjadi aspirasi atau obsesi sebagian masyarakat, sampai saat ini masih menjadi topik menarik untuk dikaji lebih lanjut. Beberapa kalangan merasa gerah dengan makin banyaknya jumlah rencana pemekaran wilayah, sehingga memberikan usulan kepada pemerintah pusat untuk mengevaluasi kembali urgensinya.Berdasarkan hasil kajian beberapa instutusi menunjukkan, sebagian besar kabupaten induk mengalami penurunan potensi setelah “melahirkan anaknya”. Begitu pula sebagian besar daerah otonomi baru mengalami kesulitan dalam mengelola potensinya. Bagaimanapun proses itu layak terjadi, sebagaimana seorang ibu yang beru melahirkan anaknya. Pada tahap awal ibunya menjadi lemah karena terkuras energinya. Begitu pula anaknya, masih sangat lemah dan tergantung sepenuhnya pada sang ibu. Tapi semua itu merupakan proses awal pertumbuhan bagi sang anak dan pemulihan bagi sang ibu.
Persoalannya apakah pertumbuhan dan pemulihan itu secara obyektif terjadi ? Bagaimana jika ‘daerah anak’ tidak mengalami pertumbuhan yang sehat dan kuat, dan ‘daerah induk’ tidak segera pulih, tetapi malah ‘sakit-sakitan’. Oleh sebab itu berbagai kriteria pemekaran daerah (PP No. 129 Tahun 2000) seperti: kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk dan luas daerah harus benar-benar diperhatikan.
Tetapi hal itu tidak menyurutkan keinginan masyarakat di berbagai daerah, untuk terus mengajukan tuntutan pembentukan daerah otonomi baru. Tak heran jika dalam kurun waktu pertengahan 1998 sampai pertengahan 2006, telah terbentuk 116 kabupaten dan 27 kota baru, yang berasal dari 92 kabupaten induk. Untuk setiap propinsi jumlah daerah otonomi baru (kabupaten/kota) yang terbentuk sangat bervariasi, berkisar antara 0 (Jateng dan Bali), 1 (Banten dan Jatim) sampai 8 (Sumut dan Papua) serta 11 (NAD). Untuk Provinsi Banten dalam periode tersebut hanya bertambah satu daerah otonomi baru, yaitu Kota Cilegon sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Serang, itupun terjadi pada tahun 1999, saat Banten masih termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat.
Sampai saat ini di Depdagri masih ada 116 usulan pembentukan daerah baru, terdiri dari 85 kabupaten, 9 kota dan 21 propinsi. Sebagian besar belum diproses, sampai dirumuskannya strategi penataan daerah yang menentukan jumlah ideal provinsi dan kabupaten/kota.
Tetapi ternyata, pada pembukaan masa persidangan II tahun sidang 2006-2007, 13 November 2006 yang lalu, Ketua DPR RI Agung Laksono menyebutkan, adanya surat Presiden RI No R-92/Pres/11/2006, tentang lima RUU pembentukan daerah baru. Padahal sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudoyono berjanji untuk menunda terlebih dahulu pemekaran daerah. Dengan demikian jumlah kabupaten/kota baru yang segera terbentuk menjadi 17 kota/kabupaten, hal itu sesuai dengan jumlah RUU yang akan segera dibahas DPR. Dari 17 RUU tersebut tak satupun mengenai pembentukan daerah baru di Banten, 16 RUU mengenai pembentuakan daerah baru di luar jawa, dan hanya satu RUU pembentukan daerah baru di Jawa, yaitu Kabupaten Bandung Barat.
14 KAB/KOTA
Provinsi Banten saat ini terdiri dari 4 kabupaten (Serang, Pandeglang, Lebak dan Tangerang) dan 2 kota (Cilegon dan Tangerang), memang sudah memenuhi kriteria UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tetapi jika memperhatikan berbagai aspek seperti rentang kendali pemerintahan, potensi daerah, jumlah penduduk, luas wilayah dan aspirasi masyarakat, maka 4 kabupaten layak dimekarkan menjadi 12 kabupaten/kota, sehingga secara keseluruhan Banten akan meliputi 14 kabupaten/kota.
Dengan perincian Kabupaten Serang sebagai kabupaten induk ‘melahirkan’ satu kabupaten dan satu kota baru, Kabupaten Pandeglang ‘melahirkan’ dua kabupaten baru, Kabupaten Lebak ‘melahirkan’ satu kabupaten baru, dan Kabupaten Tangerang ‘melahirkan’ satu kabupaten dan dua kota baru. Dalam sejarah pemekaran daerah memang ada Kabupaten induk yang ‘melahirkan’ lebih dari satu ‘anak’, bahkan ada yang lima (Kabupaten Bintan di Provinsi Kepulauan Riau yang dimekarkan menjadi Kab karimun, Kab Natuna, Kab Lingga, Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang dalam kurun waktu 1999-2003).
PEMEKARAN KAB SERANG
Kabupaten Serang saat ini menyandang status sebagai ibukota Propinsi Banten, hal itu berdasarkan beberapa pertimbangan seperti keterjangkauan dari samua wilayah dan alasan historis, di mana pada abad 1525-1808 Kesultanan Banten mencapai kejayaan dan beribukota di sekitar Serang. Memperhatikan posisi ibukota propinsi lain, biasanya selalu berstatus kota, maka untuk Propinsi Banten pun layak memiliki ibukota dengan status kota otonom dengan wali kota dan DPRD tersendiri.
Berdasarkan kajian yang sudah ada (antara lain dari Pansus Kota Otonom DPRD Kab Serang), ternyata Kota Serang direncanakan terdiri dari 6 kecamatan, yaitu Serang, Kasemen, Cipocok Jaya, Walantaka, Curug, dan Taktakan. Ternyata sampai saat ini Kota Serang belum terwujud, bahkan dari 17 RUU yang akan segera dibahas di DPR tidak ada RUU Pembentukan Kota Serang, padahal Provinsi Banten sudah memasuki usia ke-6, sangat mendesak dibentuknya ibukota yang representatif. Padahal kalau keenam kecamatan tersebut bergabung menjadi Kota Serang, berbagai kriteria pemekaran seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk dan luas daerah sangat terpenuhi.
Penyebab keterlambatan terbentuknya Kota Serang dapat bersumber dari salah satu atau beberapa prosedur: inisiatif pemerintah daerah dan masyarakat, penelitian Pemda, usulan yang disampaikan ke pemerintah cq Mendagri dan Otda dengan persetujuan DPRD Propinsi dan Kabupaten, usulan yang disampaikan ke pemerintah melalui gubernur, observasi dan penilaian oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), pengajuan RUU ke presiden, dan penyampaian RUU ke DPR. Diduga usulan tersebut masih mengendap di Depdagri sebagai bagian dari 116 usulan pembentukan daerah yang belum diproses. Persoalannya, bagaimana supaya usulan tersebut segera diproses. Dan tahun 2008 lalu, Kota Serang telah resmi terbentuk, dan telah dilengkapi dengan lembaga legislatif dan eksekutif hasil Pilkada Pertama.
Setelah dikurangi 6 kecamatan, maka jumlah kecamatan yang tersisa di Kab Serang menjadi 26. Kabupaten Serang Barat meliputi 11 kecamatan, dengan pusat pertumbuhan di Kecamatan Anyer yang memiliki potensi pariwisata, sedangkan Kabupaten Serang Timur meliputi 15 kecamatan, dengan pusat pertumbuhan di Kecamatan Cikande yang memiliki kawasan industri.