[caption id="attachment_131559" align="alignleft" width="300" caption="pantonanews.com/tuti winarti"][/caption] Oleh : Atep Afia Hidayat - Mendapatkan anak adalah sebuah karunia yang tidak terhingga. Bagaimanapun anak merupakan regenerasi; anak adalah masa depan; anak adalah pewaris; anak adalah jalan menuju surga. Ada tiga hal yang masih bertahan ketika kita sudah meninggalkan dunia fana, yaitu ilmu yang bermanfaat, amal perbuatan yang baik dan anak soleh. Melalui ketiga “peninggalan” tersebut pahala tetap mengalir, tiada terputus, meskipun kita sudah kehilangan SIM-D (surat ijin menghuni dunia).
Ya, anak adalah “investasi” dunia dan akhirat. Anak-anak yang soleh akan selalu patuh dan sayang kepada orang tuanya. Bahkan, ketika orang tua mulai ujur dengan ikhlas mereka akan merawatnya. Setelah orang tuanya meninggal, anak soleh akan selalu mendo’akan, “Ya Allah ampunilah dosa kedua orang tuaku, kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihaniku di waktu kecil”.
Betapa bahagianya memiliki anak. Seolah kehidupan menjadi lebih lengkap dan makin dinamis. Sewaktu anak masih dalam kandungan ibu, muncul harap-harap-cemas, apalagi kalau anak pertama. Namun ibu (dan ayah) yang soleh akan selalu mendo’akannya, memperdengarkan ayat-ayat Allah, menjaga hati dan perasaan, memelihara lisan dan memilih makanan yang baik. Ketika sang bayi muncul untuk pertama kalinya di dunia, adzan dan iqamah segera dilantunkan sang ayah, di dekat telinga sang bayi. Itulah pendidikan yang sesungguhnya, dimulai ketika bayi masih dalam kandungan, bahkan dimulai sebelum terbentuknya janin. Sebuah tindakan visioner untuk mendapatkan generasi penerus yang soleh atau solehah.
[caption id="attachment_131560" align="alignleft" width="300" caption="pantonanews.com/tuti winarti"][/caption] Ketika bayi terlahir, tumbuh berkembang menjadi Batita, kemudian Balita, sang ibu selalu setia di sisinya, memberikan apa yang terbaik, menyusuinya sesuai dengan tugas yang diamanatkan Allah SWT, Sang Pencipta seluruh alam semesta dan segenap umat manusia, yaitu selama 2 tahun (QS 2 : 233). Kenapa harus dua tahun (kalau ingin menyusui secara sempurna) ? Hal itu tidak terlepas dari pengaruh psikologis (kedekatan ibu dan anak) dan pengaruh biologis (manfaat ASI bagi metabolisme tubuh yang sangat luar biasa, baik untuk kecerdasan, daya tahan tubuh, dan sebagainya).
Seorang ayah adalah kepala keluarga, yang harus memimpin keluarganya. Tentu ada visi dan misi dalam sebuah keluarga, yaitu sakinah, mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT. Sakinah tak lain merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga. Tanpa pondasi yang kokoh rumah tangga akan segera roboh.
Mawaddah itu berupa kasih sayang. Ciptakan secara kreatif dan inovatif bagaimana dalam rumah tangga senantiasa bernuansa kasih sayang. Ungkapan kasih sayang antara ayah, ibu dan anak bisa bersinergi menjadikan rumah tangga yang hangat dan harmoni.
Sedangkan warahmah adalah menyangkut kewajiban. Kewajiban seorang ayah untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya, kewajiban seorang suami untuk menafkahi istri, mendidik, dan memberikan teladan yang baik. Kewajiban istri untuk menta’ati suami, kewajiban anak untuk patuh kepada kedua orang tuanya.
Masa depan sebuah keluarga atau rumah tangga tergantung pada bagaimana seorang ayah memainkan perannya. Apakah menjadi ayah dengan “sepenuh hati”, “setengah hati” atau ”tanpa hati” ? Hanya dalam keluarga yang harmonilah proses tumbuh-kembang anak akan optimal, seluruh potensinya akam muncul, sehingga bisa tampil sebagai orang yang memberikan manfaat bagi sesamanya, serta senantiasa memperhatikan dan semendo’akan ayah ibunya, kapanpun dan di manapun. (Atep Afia).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H