[caption id="attachment_131689" align="alignleft" width="300" caption="sumber gambar : news.okezone.com"][/caption] Oleh : Atep Afia Hidayat - Provinsi Banten pada tanggal 22 Oktober 2011 akan menggelar hajatan yang cukup besar, yaitu pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) periode 2011 – 2016. Hingar-bingar pemilihan kepala daerah (Pilkada) daeah hasil pemekaran Jawa Barat tersebut, jauh-jauh hari sudah terasa, bahkan sampai pelosok desa-desa terpencil yang berlokasi di Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Tidak tanggung-tanggung pesta politik rakyat Banten tersebut berbiaya 132,5 milyar rupiah, dengan menggunakan 16.000 tempat pemungutan suara, tersebar di 4 kabupaten dan 4 kota. Ada tiga pasangan Cagub-Cawagub yang bakal bertarung memperebutkan kursi Banten-1 dan Banten-2. Tentu saja kita memberikan apresiasi yang setinggi-tingganya kepada ketiga pasangan tersebut, mengingat tujuannya yang begitu mulia, sama-sama ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten. Setelah ada pasangan yang terpilih, semoga tujuan muliah tersebut tidak terkontaminasi oleh beragam penyakit birokrasi, seperti korupsi, kolusi dan nir-prestasi. Melalui faktor elektabilitas dan populeritas dari ketiga pasangan kandidat, sebenarnya “matematika politik” Pilgub Banten sudah dapat dihitung, sehingga bisa diprediksi siapa yang bakal terpilih. Sebenarnya Pilkada Banten akan menjadi lebih menarik kalau “matematika politik” cukup berimbang. Dalam Pilgub kali ini pasangan Ratu Atut Chosiyah – Rano Karno yang diusung Golkar, PDIP dan belasan Parpol lain, bisa diduga memiliki nilai “matematika politik” tertinggi. Entah mengapa kubu Wahidin Halim, yang didukung Partai Demokrat, tidak menggandeng sebuah nama yang cukup populer di masyarakat, Marissa Haque misalnya. Nama Irna Narulita sebagai Cawagub-nya Wahidin, jelas tidak memiliki tingkat elektabilitas dan pouleritas yang tinggi. Begitu pula kubu Jazuli Juwaini yang diusung PKS, berpasangan dengan Makmun Muzzaki, seorang kader PPP. Nilai “matematika politik” pasangan ini bisa diduga jauh di bawah Atut – Rano. Sebagai pembanding, dalam Pilgub Jawa Barat 2008 yang lalu, PKS cukup cerdas dengan memilih figur Dede Yusuf, seorang aktor yang cukup populer, dipasangkan dengan Ahmad Heryawan, kader PKS. Pasangan tersebut terbukti memiliki tingkat elektabilitas tertinggi, sehingga memenangkan Pilgub. Begitu pula dalam Pilgub Banten 2006, PKS menggandengkan Jazuli Juwaini dengan Marissa Haque, meskipun tidak memenangkan Pilgub, namun meraup suara yang cukup signifikan, 32 persen. Ongkos politik yang ditebar dan ditabur masing-masing kubu dalam Pilgub Banten jelas tidak sedikit, bisa mencapai ratusan milyar rupiah. Strategi memenangkan Pilgub sebenarnya sangat ditentukan oleh tahapan menentukan kandidat yang memiliki elektabilitas dan populeritas yang tinggi. Kalau sejak awal sudah bisa diduga hanya memiliki nilai “matematika politik” yang rendah, sebenarnya percuma ikut bertarung. Hanya sekedar meramaikan dan menjadi “pelengkap” pesta demokrasi. Biaya yang mencapai ratusan milyar, sebenarnya bisa dipergunakan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Ya, itulah dinamika politik, terkadang bukan sekedar “matematika politik”, namun ada hal lain yang tidak bisa diprediksi, “keberuntungan politik” misalnya. Meskipun bukan calon unggulan, siapa tahu bisa menang .. hehehehe. (Atep Afia).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H