Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kiprah dan Kompensasi

29 Juni 2011   09:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:04 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat - Ketahuilah dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang dan tentram. Kehidupan manusia selalu dihadapkan pada beragam situasi dan kondisi. Kadang-kadang tanpa persiapan sebelumnya, hingga seringkali menimbulkan stress dan shock.

Dalam suatu tempat hiburan yang menampilkan musik-musik kalem sampai yang hinggar bingar dapat saja orang merasa tenang dan tentram, bahkan terhibur lebih-lebih jika sang kekasih ada disamping. Dengan munculnya hati yang tenang dan tentram, maka akan muncullah performance yang optimal, sikap yang terkelola, hal itu antara lain disebabkan adanya jiwa yang lapang.

Segelas kopi dan berbatang-batang rokok dapat menyegarkan pikiran, hal itu memang betul dan merupakan fakta yang dapat diuji. Tetapi dengan mengingat Allah kesegaran yang ditimbulkan dapat berlipat, asalkan dilakukan secara betul-betul, niscaya refleksinya sangat luas dan meliputi semua aspek kehidupan, antara lain membangkikan motivasi, menambah semangat hidup, menambah rasa percaya diri, memperbaiki human relation, dan sebagainya.

Mengingat Allah atau dzikir harus meliputi seluruh waktu dan langkah, jangan pernah putus. Hal itu dapat merupakan suatu kiprah atau focus of interest atau salah satu bentuk kompensasi.

Pada dasarnya semua manusia itu lemah, dengan kapasitas yang terbatas dalam segi mental, fisik atau intelektualnya. Faktor pembatas dapat berupa yang obyektif dan subyektif, bentuk yang subyektif misalnya kesalahan dalam hal persepsi. Dengan mengingat Allah maka faktor pembatas subyektif dapat dikurangi, sehingga langkah-langkah kehidupan makin rasional.

Mengingat Allah sebagai kiprah akan menjadikan berkembangnya idealisme tersendiri, yang akan mewarnai seluruh sikap, pembicaraan, pemikiran dan mentalitas. Dengan demikian seluruh langkah kehidupan akan terkelola, dan tentu saja peluang pencapaian tujuan akan lebih besar.

Ungkapan di atas bukan sekedar pernyataan yang tanpa bukti, tetapi sudah menjadi metoda yang teruji. Bisa saja dengan minuman alkohol (minuman beralkohol) akan muncul suatu gairah kehidupan yang agresif, muncul semacam keberanian, tetapi dampak dari perlakukan itu akan meninggalkan residu yang sangat merugikan. Pengaruh dari alkohol akan mempertinggi subyektif kejiwaan, melemahkan pikiran karena otak menjadi rusak, serta menimbulkan penurunan fungsi bahkan disfungsi berbagai organ tubuh.

Begitu juga dengan meghisap rokok, terdapat maksud-maksud tertentu didalamnnya, seperti untuk memperbaiki penampilan atau menambah kenjantanan. Menghisap rokok bisa menjadi semacam kebutuhan, yang pada hakikatnya merupakan upaya kompensasi untuk menutupi perasaan kurang dan terasing.

Banyak upaya kompensasi dilakukan manusia untuk memperoleh semacam ketentraman, upaya tersebut paling tidak akan berhasil dalam jangka waktu yang pendek. Tetapi dengan metode dzikir akan jauh lebih menguntungkan dan bersifat realistis. Tetapi sedikit saja orang yang melakukannya, dzikir itu melakukannya memang mudah, tetapi untuk khusuk teramat sulit.

Fokus dan konsentrasi seseorang selalu mendapat gangguan dari lingkungan sekitar. Disinilah letak perjuangan, hingga jika kebiasaan ber-dzikir sudah dipegang, maka akan menjadi semacam senjata yang ampuh dan sangat menunjang dalam setiap langkah kehidupan.

Nah, untuk langkah selanjutnya, hentikanlah semua langkah kompensasi, kecuali hanya satu kompensasi, yakni kompensasi yang terkuat, realistis, rasional, dan obyektif. Dari kompensasi yang tunggal itu pada akhirnya akan mejadi suatu kiprah yang jelas.

Dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun kita akan tetap tegar dan survive, karena azas kehidupan sangat rasional dan terbebas dari subyektivitas yang menghambat. Dalam sorotan mata kita, bersama masuknya informasi melalui telinga, dibalik kata-kata yang terucap, dibalik langkah-langkah, dalam benak serta unsur kehidupan lainnya, hanya ada satu hembusan bersama hembusan nafas kita, bersamaan dengan berlalunya detik demi detik hanya ada nama-Nya, baik sebagai kompensasi atau sebagai kiprah. (Atep Afia, pengelola PantonaNews.com)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun