Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Skenario dalam Kehidupan

26 Juni 2011   03:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:10 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh : Atep Afia Hidayat - Kehidupan indetik dengan panggung sandiwara. Ada skenario, aktor, dan sutradaranya. Seorang aktor atau aktris memiliki skenario masing-masing, dan harus diungkapkan melalui adegan serta dialog. Setiap aktor atau aktris boleh berimprovisasi dalam adegan dan dialognya, asalkan tidak menyimpang dari skenario. Jika menyimpang, maka Sang Sutradara akan berteriak, “cut…!”. Di dalam arena kehidupan juga terdapat skenario yang sudah cukup lengkap, yang sengaja disusun oleh sang Sutradara Alam Semesta. Skenario itu mencakup adegan dan dialog yang pokok. Begitu pula, setiap insan diberikan kebebasan untuk berimprovisasi dan menyalurkan kreativitasnya, asalkan masih tetap dalam lingkup skenario atau alur cerita. Menerapkan skenario dalam kehidupan sangat tidak mudah, banyak tantangan dan kendalanya. Oleh karena itu, hanya sebagian kecil saja manusia yang mampu melaksanakannya. Dan ironisnya, justru kebanyakan manusia seolah beranggapan, bahwa skenario bukan merupakan hal yang urgen. Kebanyakan manusia justru terlepas dari keutuhan skenario. Bahkan, banyak pula yang cukup merasa puas denga skenario imitasi. Banyak juga manusia yang tidak menggunakan skenario dalam kehidupannya, hingga akting nya serba mendadak, tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Kemana arah melangkah pun, kurang diketahuinya. Kehidupan yang dijalani tanpa skenario, ibarat seorang pemain sandiwara yang tak memiliki naskah, bisa nyambung bagaimana, bahkan untuk sekedar berdialogpun terasa sulit. Karena ia tak mengerti apa lakon sandiwaranya, bagaimana peran yang dimainkannya, serta panggung macam apa yang dihadapinya. Dengan demikian, tampak jelas bahwa skenario merupakan hal yang urgen, tidak bisa tidak, penerapannya merupakan sebuah keharusan. Jika tidak demikian, maka etos kehidupan akan sangat memperihatinkan. Kehidupan hanya dijalani sebagaimana adanya, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Ibarat aktor atau aktris yang tak memegang skenario, atau seperti pengembara yang tak berbekal peta. Padahal, jangka waktu untuk menjalani kehidupan sangat terbatas. Bahkan, kita tidak tahu sama sekali, kapan Surat Ijin Menghuni Dunia (SIM-D) itu akan dicabut, sedetik lagi, sejam lagi, esok, lusa atau kapan ? Dengan senantiasa memegang skenario, paling tidak kita selalu siap dalam menghadapi berbagai adegan dan dialog. Bahkan permainan kita cukup mantap dan menyakinkan, mungkin saja akan memperoleh Piala Citra, yakni citra kita sebagai mahluk yang berhasil dalam mengarungi samudra kehidupan. Demikian pula, citra kita sebagai manusia yang manusiawi tetap bertahan. (Atep Afia, pengelola PantonaNews.com ). Sumber Gambar: http://howtobecomeanactressinfo.com/wp-content/uploads/2011/06/howtobecomeanactress2.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun