Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tancap "Gas" atau Injak "Rem" ?

12 April 2011   23:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:52 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat - Dalam berkendaraan, baik sepeda motor atau mobil, ada kalanya kita harus "nge-gas" ada kalanya harus "nge-rem". Dua-duanya diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi. Jika jalan kosong melompong, maka tancap gas sampai batas tertentu. Sebaliknya, rem diperlukan saat situasi darurat. Jika tidak diambil langkah "nge-rem" akan membahayakan pihak internal dan eksternal. Namun apa jadinya, jika di jalanan dalam berkendaraan selalu "nge-rem", kapan sampainya ? Begitu pula dalam arena kehidupan, jika dijalani dengan "nge-rem" dan "nge-rem" apa jadinya. Menahan diri dalam situasi tertentu baik, tetapi jika "terlalu menahan diri", beragam peluang pun akan berlalu begitu saja. Dalam arena kehidupan pun perlu ada keseimbangan antara "nge-rem" dan "nge-gas". Lihat situasi, saat tancap gas, ya tancap semaksimal mungkin dengan tetap waspada. Saat injak rem, ya segera "nge-rem" dengan bijak. Kehidupan adalah ajang pencapaian. Ada momen-momen tertentu peraihan suatu prestasi, kedudukan atau kepemilikan. Jangan biarkan peluangnya lewat begitu saja. Jangan "menahan diri" secara tidak bijak. Kalau memang sudah hak-nya ya dapatkan. Tancap gassssss, jangan lupa rem. Apapun kedudukannya, mulai dari presiden, menteri, gubernur sampai rakyat biasa, setiap hari selalu berurusan dengan “rem” dan “gas”. Seoarang presiden yang terlalu banyak “nge-rem”, terlalu berhati-hati, terlalu banyak berpikir, tentu akan menyebabkan negaranya dalam kondisi terpuruk. Hati-hati memang baik, namun kalau ada embel-embel “terlalu", maka dampaknya menjadi lain. Begitu pula berpikir itu penting, namun jika terlalu banyak berpikir atau dipikirkan, suatu persoalan tidak akan terselesaikan, keburu waktunya habis. Apapun berbatas waktu, ada saat memulai, menjalani dan mengakhiri. Dalam periode tersebut harus ada perpaduan yang harmonis antara aktivitas “nge-gas” dan “nge-rem”, jangan ada yang terlalu dominan. Episode demi episode harus berlanjut, jangan ada stagnan. Bagaimanapun detik berlanjut, nafas berikut datang dan datang lagi, sampai limitnya. Bagaikan menempuh perjalanan dengan sebuah mobil, kadang melewati jalan lurus bebas hambatan, kadang jalan macet, kadang berlobang, berbelok, turun, nanjak, begitu berliku-liku. Kendalikan kemudi dengan dinamis dan fokus. Selalu ada saat-saat untuk “nge-rem” dan kapan harus “nge-gas” secara proporsional. Itulah langkah hidup yang bijak. (Atep Afia) Sumber Gambar : http://i.telegraph.co.uk/multimedia/archive/01538/donington_1538464c.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun