Mohon tunggu...
Atep Afia Hidayat
Atep Afia Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati sumberdaya manusia dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ketika Si Rimbun Mengalami Disfungsi

6 April 2011   23:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:03 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat - Hutan merupakan sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi tinggi, namun jangan lupa, nilai ekologinya pun jauh lebih tinggi. Apalagi untuk hutan tropis yang berperan sebagai “paru-paru” bumi. Jika kualitas hutan tropis mengalami degredasi, maka kehidupan di bumi akan terancam, terutama karena dampak pemanasan global. Hutan pun memiliki fungsi hidrologis yang beperan dalam kelangsungan siklus air. Paling tidak vegetasi di hutan mampu mengintersepsi air hujan yang jatuh. Begitu pula zona perakaran (root zone) mampu meningkatkan cadangan air bawah tanah (ground water) melalui proses infiltrasi dan perkolasi. Jika dihutan ditebangi, secara terus menerus bisa menyebabkan proses intersepsi, infiltrasi dan perkolasi tidak berlangsung, hingga air hujan yang jatuh menimbulkan erosi dan pengerasan tanah. Lebih jauh lagi menyebabkan bencana banjir. Tak heran jika fluktuasi pengaliran air di musim hujan dan kemarau bisa mencapai 500 kali lipat, terutama karena kemampuan tanah dalam menyimpan air hujan sebagai air bawah tanah menurun drastis. Semua itu akibat campur tangan dan eksploitasi yang berlebihan hinga mengabaikan daya dukung lingkungan yang sebenarnya. Memang lingkungan memiliki kemampuan untuk pulih dari suatu gangguan namun terbatas. Jika eksploitasi berlebihan, daya lenting itu akan rusak. Jika dibiarkan berlarut-larut penggundulan hutan bisa menyebabkan terjadinya penggurunan. Tak mustahil jika suatu saat selain dikenal adanya Gurun Sahara atau Gurun Gobi, dan Gurun Jawa ada Gurun Kalimantan, Gurun Sumatera. Dampak lainnya yang cukup serius akibat eksploitasi sumber daya hutan yang berlebihan ialah musnahnya sebagian spesies, baik flora atau fauna. Selama ini hutan tropis dikenal sebagai bank plasma nuftah karena spesies yang dimilikinya beraneka ragam. Jika eksploitasi berlangsung kurang terkendali maka sebagian spesies akan “tinggal kenangan”. Padahal untuk kesejahteraannya manusia amat memerlukan cadangan plasma nuftah tersebut, antara lain untuk kepentingan plant breeding (pemuliaan tanaman). Sebagian contoh berbagai varietas tebu yang digunakan sekarang, merupakan hasil perkawinan dengan tebu liar (glagah/Saccharum spontaneum) yang berasal dari hutan tropis. Sebenarnya masih banyak tumbuhan di hutan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan budi daya tanaman, namun untuk itu diperlukan penelitian yang mendalam. Begitu pula untuk fauna, diantaranya ada yang bisa diternakan. Jika ekosistem hutan mengalami kerusakan, maka pemanfaatan potensi yang dimilikinya tidak akan optimal. Nilai ekonomi hutan tidak bisa diukur oleh nilai kayunya saja, namun masih terdapat komoditi lainnya yang bisa digali yang juga bernilai ekonomi tinggi. Dengan demikian, penebangan hutan yang semena-mena selain tak menghiraukan nilai ekologi, juga kurang mencermati nilai ekonomi. Apalagi jika mengukur nilai ekonomi hutan dari lahannya saja, yang lantas di konversikan jelas amat keliru. Kerusakan hutan menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan. Bagaimanapun keberadaan hutan amat menunjang keseimbangan dalam biosfir, apalagi hutan tropis. Jika hutan mengalami kerusakan tak ubahnya paru-paru bumi menjadi robek, berbagai keseimbangan akan berubah, seperti munculnya pemanasan global (global warming), fluktuasi pengaliran air dimusim hujan dan kemarau, perubahan iklim, dan sebagainya. Dengan demikian, harus ada upaya yang serius untuk menyelamatkan hutan. Langkah itupun perlu ditempuh secara global, tidak hanya menjadi tanggung jawab negara-negara pemilik hutan. Pemerintah Indonesia antara lain menempuh langkah-langkah mencegah perluasan sitem ladang berpindah (shifting cultivation), menggalakan reboisasi dan penghijauan, meningkatkan pengawasan agar bahaya kebakaran dan pencurian kayu bisa dicegah, melarang ekspor kayu gergajian, menurunkan jumlah kayu yang di izinkan dipotong, mengharuskan pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan) untuk membangun industri pengolahan kayu, menindak secara tegas pemegang HPH yang melanggar ketentuan, mengharuskan pemegang HPH untuk menanam petak tebangnya, dan menaikkan dana reboisasi. Degredasi kualitas lingkungan terjadi dimana-mana baik di daratan, perairan hingga atmosfir. Sebagian besar disebabkan campur tangan manusia yang terlampau berlebihan, atau eksploitasi yang dilakukan terlampau rakus. Untuk mengendalikannya paling tidak harus dimulai dengan upaya memasyarakatkan sadar lingkungan. Selain itu berbagai peraturan dan perundang-undangan mengenai lingkungan harus dilakukan secara tegas. Bagaimanapun kerusakan si rimbun hutan tropis harus dicegah, kalau dibiarkan berlarut maka akan mengalami disfungsi yang menyebabkan gangguan terhadap ekosistem global. (Atep Afia). Sumber Gambar: http://sciencebiotech.net/wp-content/uploads/2009/06/redwood-300x225.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun